Persahabatan Indonesia dan Korea Utara

Screenshot_2016-06-10-04-50-34_1

Presiden Soekarno telah banyak menjalin persahabatan dengan negara lain. Bukan karena negara-negara tersebut adalah komunis atau sosialis, tapi karena negara-negara yang dijadikan sahabat oleh Presiden Soekarno adalah negara-negara yang anti Amerika (konon, lengsernya Bung Karno juga dikarenakan adanya campur tangan Amerika) diantaranya: Kuba, Tiongkok, Unisoviet, dll. Diantara negara-negara sahabat Indonesia yang dijalin oleh Presiden Soekarno, salah satunya adalah Korea Utara. Bahkan sampai sekarang ini, Korea Utara tetap teguh pada pendiriannya, “Anti Amerika”. Berikut dibawah ini saya akan sedikit mengulas tentang hubungan antara Indonesia dengan Korea Utara.

  • Persaudaraan antara Soekarno & Kim Il Sung sangat istimewa

Sejak dulu Korea Utara selalu mendapatkan pertentangan dunia, terkait dengan paham ideologi mereka yang komunis itu. Namun Indonesia tak memandang ini sebagai sebuah tembok besar yang menghalangi dua negara untuk menjalin pertemanan. Hingga akhirnya, Presiden Soekarno untuk pertama kalinya mengunjungi Korea Utara di tahun 1964.

Pics0.57.23

Sambutan kepada Presiden ternyata bagus dan apresiatif. Bahkan Kim Il Sung juga membalas kunjungan ini bersama anaknya Kim Jong Il di bulan April tahun 1965. Kehadiran mereka berdua kala itu, sekaligus untuk mengikuti peringatan 10 tahun KAA pertama yang diadakan pada tahun 1955 di Bandung. Di KAA pertama itu, Soekarno memberikan wadah bagi Korut untuk bisa berkiprah di dunia Internasional.

PicsAr1.40.28

Duta Besar Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), sering disebut Korea Utara, Ri Jong Ryul mengatakan presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno dan pendiri sekaligus presiden DPRK Kim Il Sung memiliki hubungan yang istimewa.

“Hubungan antara Presiden Soekarno dan Presiden Kim Il Sung sangat istimewa dan tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Presiden Soekarno juga dikenal baik oleh rakyat DPRK,” ujar Ri Jong Ryul dalam acara peluncuran kembali buku karangan Rachmawati Sukarnoputri berjudul “President Soekarno dan President Kim Il Sung” di Universitas Bung Karno, Jakarta, Jumat (10/4).

Menurut Ri, eratnya hubungan Soekarno dan Kim Il Sung dimulai sejak tahun 1964 ketika Proklamator Indonesia itu melakukan kunjungan resmi ke DPRK, yang dibalas dengan kunjungan Kim Il Sung dan anaknya Kim Jong Il ke Indonesia pada April 1965.

“Selain untuk mempererat hubungan bilateral, kunjungan Kim Jong Il saat itu sekaligus untuk menghadiri peringatan 10 tahun Konferensi Asia Afrika yang pertama kali diadakan tahun 1955 di Bandung,” kata Ri.

Dalam pertemuan itu, Ri melanjutkan, kedua pemimpin negara tersebut membahas tentang kesejahteraan, kemerdekaan dan kedaulatan antara kedua negara.

  • Bunga Nasional Korea Utara, Kimilsungia, anggrek “dendrobium” dari Indonesia

Pada tanggal 13 April 1965, Kim Il Sung, Presiden Korea Utara saat itu, melakukan kunjungan ke Indonesia. Untuk menyenangkan tamunya, Presiden Soekarno mengajak Kim Il Sung berjalan-jalan ke Kebun Raya Bogor.

Ketika mereka melewati deretan tanaman anggrek yang sedang mekar, Kim Il Sung tampak begitu terpesona dengan anggrek jenis “dendrobium” asal Makassar, Sulawesi Selatan. Kim Il Sung mengungkapkan bahwa anggrek itu begitu indah dan warna merah muda yang indah menunjukkan keanggunan dan martabatnya.

Melihat tamunya tertarik dengan bunga tersebut, maka Soekarno memberikan anggrek tersebut pada Kim Il Sung sebagai hadiah ulang tahun.

Pics.01.35

Pada saat itu Soekarno pun berinisiatif memberi nama anggrek itu dengan perpaduan nama Kim Il Sung dan Indonesia. Dan jadilah nama “Kimilsungia” atau dalam Bahasa Korea disebut “Kimilsunghwa” (bunga Kim Il Sung).

Anggrek itu pun dibawa ke Korea untuk dirawat dan dikembangbiakkan menjadi lebih baik. Sejak saat itu “Kimilsungia” ditetapkan sebagai bunga nasional Korea Utara. Di Korea “Kimilsungia” memiliki 7 kuntum tiap tangkai, sedangkan di Indonesia rata-rata hanya memiliki 3 kuntum.

“Karena itulah negara kami tidak akan pernah melupakan Indonesia,” ujar Ri, yang negaranya pada bulan April setiap tahunnya, sejak tahuh 1999, merayakan Festival Kimilsungia untuk memeringati ulang tahun Kim Il Sung dan menghormati hubungan dengan Indonesia. Dalam festival ini segala
macam varian bunga terutama anggrek dipamerkan. Diplomasi ala bunga ini menjadikan Indonesia memiliki tempat istimewa di hati rakyat Korea Utara.

First Kimilsungia given by Ahmed Sukarno to Kim Il Sung - YouTube

First Kimilsungia given by Ahmed Sukarno to Kim Il Sung – YouTube

Bahkan Pemerintah Indonesia adalah satu-satunya pihak yang mendapat kehormatan untuk menyampaikan kata sambutan tiap festival ini berlangsung. Diplomasi ala Bunga ini juga membuat hubungan Indonesia dan Korea Utara menjadi dekat, sehingga sampai saat ini Indonesia dan Korea Utara sering melakukan pertukaran budaya. Tak heran bahwa bunga Kimilsungia dianggap juga sebagai simbol persahabatan Indonesia dan
Korea.

-11.46.10

Karena persaudaraan erat ini, kerjasama antara dua negara tersebut terjalin hingga saat ini.

  • Kisah Orang Indonesia yang Terpaksa Hidup 50 Tahun di Korea Utara

Separuh abad tinggal di Korea Utara, orang Indonesia ini jadi saksi pasang-surut hubungan kedua negara.

07-11.51.56

Gatot Wilotikto tak pernah menyangka kepergianya ke Korea Utara (Korut) pada pengujung 1960 bakal lain dari yang dia bayangkan. Meski kemudian berbuah pahit, dia tak pernah menyesalinya. Banyak hikmah dan kenangan manis yang membanggakannya.

Mulanya, pria kelahiran 18 November 1936 itu kuliah di Jurusan Biologi Universitas Padjajaran, Bandung. Gatot dan seorang temannya terpilih untuk kuliah di Pyongyang atas undangan Liga Pemuda Korea. Dengan sponsor Badan Kesejahteraan Mahasiswa Indonesia, keduanya bertolak pada 11 November 1960.

Perjalanan ke Korut tak mudah. Minimnya hubungan diplomatik negeri itu dengan negara lain membuatnya tak punya akses penerbangan langsung dengan banyak negara. Korut dan Indonesia juga belum membuka hubungan diplomatik, dan hanya membuka kantor perwakilan dagang di Jalan Cimandiri Jakarta. Waktu berangkat, dia hanya berbekal paspor Tiongkok.

“Penerbangan kami mesti melintasi negara-negara sosialis,” ujar Gatot saat menjadi pembicara dalam acara “International Symposium: Indonesian Relations with the World: Japanese Studies 50 years after 1965” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 19 September 2015.

Sepekan dalam perjalanan, Gatot akhirnya tiba di Pyongyang tepat di hari ulang tahunnya. Di Pyongyang dia mengambil Jurusan Tenaga Listrik di Institute Technology Kim Chaik. Korut waktu itu sudah mandiri. “Pada saat saya datang di Korea Utara itu tingkat kehidupannya jauh lebih baik daripada Korea Selatan. Keadaannya memang demikian,” katanya, menjelaskan cepatnya kebangkitan Korut tak lama setelah perang saudara. Kemajuan itu berkat bantuan negara-negara sosialis-komunis seperti Jerman Timur, Cekoslowakia, Tiongkok, dan Uni Soviet.

Gatot harus sering mondar-mandir Pyongyang-Peking untuk memperpanjang paspor. Hal itu justru memberi berkah baginya. Pada 1961, Kedubes RI di Peking mengundang dia dan temannya untuk ikut menyambut kunjungan Presiden Sukarno. “Kami berkesempatan untuk bertemu empat mata dengan Bung Karno. Itu kebanggaan. Bung Karno orangnya sangat menghargai,” ujarnya.

Menurut Gatot, delegasi Korut juga datang menemui Sukarno di Peking. Hasil pertemuan itu adalah komunike bersama tentang pembukaan hubungan diplomatik setingkat konsulat jenderal antara kedua negara.

Pics55.15

Gatot dan Istri

Pada Oktober 1961, Delegasi Kebudayaan di bawah pimpinan Direktur Hubungan Budaya Luar Negeri Mulwanto tiba di Pyongyang. Kunjungan itu menandai kunjungan resmi pertama Indonesia di Korut. Gatot dipercaya menjadi perwakilan pemerintah Indonesia. Karena kedatangan delegasi itu hampir bersamaan dengan Hari Sumpah Pemuda, Gatot mengusulkan kepada Liga Pemuda Demokrasi Korea untuk menyelenggarakan peringatan Sumpah Pemuda di Pyongyang. Gayung bersambut. “Sehingga (peringatan, red.) itu dilakukan oleh Liga Pemuda Demokrasi, dan kita undang beberapa delegasi mahasiswa asing yang ada di Korut,” kata Gatot.

Kebanggaan Gatot berikutnya ketika Dubes keliling Indonesia Supeni berkunjung ke Tiongkok untuk mempromosikan Ganefo (The Games of the New Emerging Forces). Supeni juga berkunjungan ke Pyongyang untuk menghadiri ulangtahun Korut ke-15. Delegasi Indonesia untuk kali pertama bertemu perwakilan Korut. Gatot menjadi penerjemah Supeni.

Kepadanya, Supeni memerintahkan agar membujuk Korut untuk mengirimkan atlet-atletnya ke Ganefo. Korut tak langsung mengiyakan. “Buat mereka unifikasi juga penting, persatuan Korea penting buat mereka. Jadi mereka masih ragu,” kata Gatot. Baru setelah Supeni mengatakan Indonesia akan langsung membuka kantor perwakilan diplomatik di Pyongyang begitu Korut ikut Ganefo, Korut mengiyakan permintaan Indonesia. Dua hari setelah informasi Gatot itu, Korut secara resmi mengumumkan keikutsertaannya dalam Ganefo.

Kunjungan Sukarno ke Pyongyang pada 1-4 November 1964 menjadi penanda hubungan baik kedua negara secara resmi. “Waktu Bung Karno datang, semua rakyat Korea Utara diwajibkan menyanyi lagu Sukarno. Lagu itu masih diingat betul orang Korea berusia 50 tahun ke atas. Mereka sangat mengagumi Sukarno,” kenang Gatot.

Sukarno sedang getol menggelorakan konsepsinya mengenai tata dunia baru. Korut menjadi salah satu negara yang dipandangnya sehaluan untuk membangun New Emerging Forces (Nefos) dan menghancurkan Old Establishing Forces (Oldefos). “Dalam pidatonya pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, Sukarno mengumumkan poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang antiimperialis,” tulis MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Simbiosis mutualisme kedua negara makin menguat. Sukarno butuh dukungan politik Korut, sementara Korut butuh Indonesia menjadi penghubung dengan dunia luar.

Setelah kunjungan Sukarno, banyak tokoh Indonesia mengunjungi Korut. Di antaranya Arudji Kartawinata dan Chairul Saleh. Kedatangan Chairul terjadi beberapa saat sebelum Prahara 1965. Menurut Gatot, di Pyongyang dia tak sekali pun membahas panasnya suhu politik di Jakarta. “Malahan dia hanya dansa di sana,” kenangnya. Saat Chairul pulang ke Indonesia, Prahara 1965 sudah pecah; Chairul ditahan dan meninggal dalam tahanan.

Meski beberapa perwakilan pemerintah Indonesia, mulai Adam Malik hingga Harmoko, tetap mengunjungi Korut setelah prahara 1965, hubungan kedua negara tak seharmonis masa Sukarno. Indonesia terkesan meremehkan Korut. Hubungan diplomatik pun bergeser kepada hubungan ekonomi. “Tidak ada maknanya bila dihitung dari segi ekonomi. Hubungan kita adalah politik. Itu yang menjadi poin penting,” kata Gatot.

Sebaliknya, Korut tetap menaruh hormat pada Indonesia. Mendiang Kim Il Sung bahkan berpesan kepada utusan khusus Presiden Soeharto, yang datang ke Pyongyang untuk mengundang Korut dalam KTT APEC di Jakarta, agar KTT dibarengi dengan peringatan 40 tahun Konferensi Bandung. Menurut Gatot, orang Korut tak tahu banyak mengenai Prahara 1965.

Perubahan sikap Indonesia pascapergantian rezim ikut menentukan nasib orang-orang Indonesia di Korut. Gatot, yang sejak lulus bekerja sebagai peneliti di almamaternya, harus kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Puluhan tahun dia stateless. Kewarganegaraanya baru diakui pada masa pemerintahan Gus Dur. Setelah pensiun, dia sempat menjadi penerjemah honorer kemudian resmi di KBRI di Pyongyang. Mulai tahun 2011 menetap kembali di Indonesia setelah 51 tahun tinggal di Korut.

Diskriminasi tetap menghinggapinya. “Saya pulang tanpa visa,” ujarnya. Menurutnya, kewarganegaraan Indonesianya tetap masih sebatas pengakuan lisan. Usahanya mengurus surat-surat di kantor imigrasi tetap belum berhasil. Negara hanya mengakui status kewarganegaraan Gatot telah diputihkan –hal yang membuatnya bingung karena tak pernah tahu kapan statusnya dihitamkan. “Saya merasa di negeri sendiri seperti di negeri orang,” pungkasnya.

  • Contoh dari sikap persaudaraan antara Indonesia & Korea Utara:

[1] Diijinkannya restoran Pyongyang beroperasi di Jakarta

Screenshot_2016-05-08-05-00-43_1

Indonesia adalah segelintir negara yang memiliki hubungan diplomatik yang relatif stabil dengan Korea Utara. Meski hubungan kedua negara agak sedikit kaku karena sejumlah pelanggaran HAM dan proyek senjata nuklir yang dilakukan Korea Utara, Indonesia mengijinkan restoran Pyongyang untuk dibuka di Jakarta.

Restoran yang mengambil nama ibu kota Korea Utara ini masih misterius siapa yang mengelolanya. Mengingat semua akses warganya yang dikontrol pemerintah, bisa jadi mungkin pemerintah Korea Utara yang mengutus warganya untuk membuka restoran ini di Indonesia.

Para pramusajinya rata-rata adalah perempuan Korea Utara yang ditugaskan ke Indonesia selama beberapa tahun, setelah itu mereka kembali ke negara asalnya. Untuk makanannya sebetulnya tidak berbeda jauh dengan Korea Selatan, masih mengunggulkan rasa asam dan gurihnya kimchi.

[2] WNI diperbolehkan pergi ke Korea Utara

Jangan berharap pergi ke Korea Utara semudah kamu melancong ke Korea Selatan. Untuk bisa memasuki wilayah ini, kamu tidak bisa backpacker-an lalu pergi begitu aja. Sejauh penelusuran saya, ada dua WNI yang pernah pergi ke sini dan sudah membagi pengalamannya ke sebuah tulisan.

Yang pertama adalah perwakilan KBRI yang mendapat tugas ke sana yaitu pengguna forum Kaskus dengan nama ID Saoto. Yang kedua adalah perempuan Indonesia yang waktu itu sekolah di Korea Selatan dan kemudian mengikuti program tur ke Korea Utara bernama Maisya Farhati.

Lalu, bagaimana caranya kalau kita pengen banget mengunjungi Korea Utara? Menurut kaskuser Saoto caranya adalah bergabung dengan travel agent yang menawarkan perjalanan ke Korea Utara atau kalau mau datang sendiri kamu perlu mendapatkan visa dari keduataan dan tentunya cara ini sangat amat susah disetujui. Gimana? Kamu masih punya nyali untuk berwisata ke sana?

[3] Indonesia dan Korea Utara Berhubungan Aktif Hingga Hari ini

Dengan perlakukan isolasi yang diterimanya, nyaris hanya sedikit sekali negara yang punya hubungan bilateral dengan Korea Utara. Apalagi prakarsa isolasinya sendiri adalah negara-negara barat termasuk Amerika yang punya pengaruh besar. Meskipun demikian, nyatanya hal tersebut tak pernah menghalangi hubungan antara Indonesia dan Korea Utara.

Screenshot_2016-05-08-00-00-39_1

Anak-anak Korut ini menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk menghormati hari kemerdekaan Indonesia.

Sampai saat ini kedua negara tetap saling aktif mendukung. Hal tesebut dibuktikan dengan ditugaskannya perwakilan masing-masing negara untuk menjadi duta besar. Tak hanya itu saja, selepas Bung Karno mengunjungi Korut di tahun 1964, berturut-turut presiden setelahnya seperti Megawati dan juga Susilo Bambang Yudhoyono kerap melakukan kunjungan ke Korut dalam rangka mempererat hubungan persahabatan. Sebaliknya, sudah bolak balik perwakilan Korut juga mendatangi Indonesia dalam rangka kerja sama.

[4] Publik Indonesia Sejatinya Menyukai Korea Utara

Kami pernah mengulas alasan kenapa Kim Jong Un patut dipuji, dan respon netizen ternyata cukup bagus. Hampir mayoritas menyetujui hal tersebut. Hal ini bisa disimpulkan jika meskipun stigma tentang Korut atau Kim Jong Un jelek, namun masyarakat kita sejatinya juga menaruh hormat terhadap mereka.

Kim Jong-Un — Intelijen

Kim Jong Un

Fakta masyarakat Indonesia yang menyukai Kim Jong Un ini juga makin jelas dengan bukti polling dari BBC World Service Poll tahun 2013 lalu. Sebanyak hampir 42 persen penduduk Indonesia memandang positif terhadap Korut. Sisanya 22 persen punya pandangan lain.

[5] Yayasan Soekarno Beri Penghargaan Kepada Kim Jong Un

Jika Bung Karno memberikan anggrek spesial kepada Kim Il Sung, maka Rachmawati Soekarnoputri juga melakukan hal yang sama. Bedanya ini bukan bunga dan tentunya apresiasi ini bukan diberikan kepada Kim Il Sung yang sudah meninggal. Rachmawati memberikan sebuah award kepada Kim Jong Un lantaran tokoh nyentrik ini masih sangat konsisten dalam melawan imperialisme barat.

2.14.02

Rachmawati Soekarnoputri saat memberikan penghargaan yang diwakilkan kepada Dubes Korut

“Kim Jong Un terbukti secara konsisten tetap melaksanakan jalan pikiran pemimpin besar mereka, yaitu Kim Il Sung, yakni melawan imperialise,” begitu ungkap Rachmawati yang juga merupakan ketua Yayasan Pendidikan Soekarno. Anak ketiga Presiden Soekarno ini juga mengatakan jika apa yang dilakukan Kim sejalan dengan pikiran ayahnya yang juga menentang neo kolonialisme dan imperialisme.

[6] Korea utara lebih percaya Indonesia daripada PBB

Menteri Luar Negeri Korea Utara (Korut) Ri Su Yong menyampaikan apresiasi besar terhadap Indonesia. Pujian ini disampaikan Ri karena Indonesia merupakan negara yang bisa dipercaya oleh Korut. Tidak tanggung- tanggung, hal ini diutarakan langsung oleh Ri ketika bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (saat masih menjabat sebagai presiden). Ri bertemu SBY di Istana Negara dalam rangka kunjungan resminya ke Tanah Air.

“Ketika bertemu bapak Presiden SBY, Menlu Korut menegaskan mereka memiliki rasa percaya yang sangat tinggi terhadap Indonesia,” sebut Menlu Marty Natalegawa, di Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Menurut Marty, Korut punya dasar kuat yang membuat mereka menaruh kepercayaan tinggi. Dasar tersebut karena Korut menganggap Indonesia adalah negara bersahabat. Presiden pun, lanjut Marty, sangat menghargai rasa percaya yang disampaikan Korut. Hal tersebut memperlihatkan betapa erat relasi yang antara Indonesia-korut.

“Pak Presiden (SBY) menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai saling menghormati,” tegas Marty. Kepada Marty, Menlu Korut Jelaskan Tuduhan Pelanggaran HAM Korea Utara (Korut) dituding sebagai negara yang tidak menghormati hak asasi manusia. Tudingan ini muncul karena adanya laporan tentang adanya pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Korut terhadap warganya.
Tudingan tersebut semakin mendekati fakta, setelah Korut sangat tertutup untuk memberikan penjelesan terkait masalah pelanggaran HAM ini kepada dunia luar. Namun, sikap tertutup Korut ini ternyata tidak berlaku bagi Indonesia.

Ketika Menteri Luar Negeri, Ri Su Yong berkunjung ke Jakarta, tanpa sungkan Korut menjelaskan soal tudingan pelanggaran HAM di depan Menlu Marty Natalegawa. “Secara umum tadi mereka menjelaskan mengenai HAM yang terjadi di negara Korea (Utara),” sebut Marty di Gedung Pancasila Kantor Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Marty menilai pembahasan masalah HAM sangatlah tepat. Pasalnya, masalah tudingan pelanggaran HAM yang terjadi di Korut menjadi sorotan di forum internasional.

“Saya mendengar pandangan Korut soal masalah ini, dan Korut tahu posisi kita,” ucap marty. Walau menyatakan, Korut mau menyampaikan pandangan mereka soal HAM, Marty tidak memberikan detail apa saja pandangan yang disampaikan Korut.
Korut memang tidak bisa lepas dari kontroversi. Selain tudingan dan laporan, kesaksian-kesaksian warga negara Korut yang berhasil kabur dari negaranya,semakin memojokkan Korut dalam masalah penegakan HAM.

Korea Utara datang dengan sebuah “tawaran konkrit“ yang bisa mengurangi ketegangan di kawasan, demikian pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia setelah bertemu mitranya dari Korea Utara.

“Selama diskusi, saya menerima sesuatu yang sangat spesifik, usulan konkrit dari pihak (Korea Utara) bagi kami untuk mengkomunikasikannya kepada pihak lain,“ kata Menlu Marty Natalegawa kepada para wartawan. Ia menolak menjelaskan namun menambahkan: “Saya pikir itu akan sangat berguna untuk ditindaklanjuti untuk mencoba menciptakan momentum baru untuk mengurangi kategangan di kawasan.“
Natalagawa tidak bersedia mengungkapkan apa yang ia maksud dengan “pihak lain“, namun ia kemudian merujuk kepada pembicaraan enam pihak yang sudah lama macet terkait perundingan senjata nuklir Korea Utara.

Proses itu melibatkan dua Korea, Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia. Perundingan yang mencoba menawarkan konsesi ekonomi dan keamanan bagi Korea Utara sebagai imbalan atas pelucutan senjata nuklir, terakhir kali digelar pada Desember 2008.

Pihak Utara mengumumkan pada April berikutnya bahwa mereka menarik diri dari perundingan dan melanjutkan program pengayaan nuklirnya. Menlu Natalegawa meyakini bahwa proposal yang diajukan oleh Ri Su-Yong, yang mengambil peran sebagai Menlu Korea Utara pada April lalu, terkait dengan isu “yang selama ini telah menyibukkan kita“.

“Masalah proliferasi senjata nuklir, isu peluncuran rudal balistik, isu latihan militer,“ kata Marty. “Usulan itu sangat bagus, sangat konstruktif.“ Natalegawa tidak mengatakan kapan usulan itu kemungkinan akan disampaikan kepada ”pihak lain”.
Indonesia coba jadi penengah
Hubungan antara Korea Utara dan Selatan menegang beberapa bulan terakhir, dengan Pyongyang mengungkapkan kemarahan atas latihan militer bersama yang dilakukan Seoul dengan Amerika Serikat. Pyongyang bermain “elang dan merpati”, akhir-akhir ini, lewat aksi uji coba rudal sejak Juni lalu dan pada saat bersamaan, sesekali menyampaikan tawaran perdamaian.

Indonesia secara umum mempunyai hubungan erat dengan Korea Utara sejak 1960an, ketika kedua pendiri negara, Sukarno dari Indonesia dan Kim Il- Sung dari Korea Utara, membangun hubungan baik diantara kedua negara. Jakarta sering memainkan peran penengah dalam sengketa internasional, dan mendasarkan kebijakan luar negerinya dengan prinsip punya “sejuta teman dan nol musuh“.

Inilah faktanya, kita mungkin tidak menyukai Korut dengan segala kontroversi yang mereka miliki. Namun, jika ditilik dari sejarah, Indonesia ibarat sahabat baik bagi Korea Utara. Bahkan Bapak Bangsa kita juga sangat menaruh hormat kepada pemimpin Korut.

Namun pada akhirnya ini dikembalikan lagi kepada masyarakat. Setiap orang punya hak untuk suka atau tidak suka, cinta atau benci terhadap segala sesuatu. Termasuk dalam hal ini Korea Utara dan para pemimpinnya

[7] TNI biarkan roket Korea Utara lintasi Indonesia

Korea Utara akan meluncurkan roket Unha-3 antara tanggal 12-16 April 2012. Roket ini akan melintas di Asia Tenggara dan wilayah Indonesia. Namun TNI santai saja menghadapi isu ini.

“Itu tidak ada masalah. Tidak ada dampaknya untuk kita,” ujar Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul kepada merdeka.com, Selasa (10/4/2012).

Iskandar menjelaskan roket itu bukan senjata nuklir dan juga bukan latihan militer. Menurutnya hal ini tidak perlu dibesar-besarkan.

“Tidak perlu panik. TNI AU juga tidak mengubah jadwal patroli maupun jadwal penerbangan. Semuanya normal-normal saja,” terang jenderal bintang dua ini.

Kadispen TNI AU Marsekal Pertama Azman Yunus menyampaikan hal serupa. Menurut perkiraan, roket tersebut tidak akan melintas di wilayah Indonesia. Tetapi hanya wilayah sebelah Utara Filipina.

“Jauh kok dari kita. Tidak perlu kita awasi. Kita biarkan saja,” terang Azman.

Roket Unha-3 ini diluncurkan untuk membawa satelit milik Korea Utara. Pyongyang meluncurkan roket ini untuk merayakan 100 tahun kelahiran Kim Il Sung. Walau Korut mengaku roket ini untuk keperluan sipil, tetapi sejumlah pihak menduga Korut sebenarnya sedang melakukan uji coba penembakkan rudal jarak jauh.

Sejumlah maskapai penerbangan pun sudah mengubah jadwal penerbangan akibat peluncuran roket Korut. Indonesia juga sudah mengirim nota diplomatik pada Korut.

[8] Anugerah Star of Soekarno untuk Kim Jong Un

Img source: beritamoneter.com

Img source: beritamoneter.com

Sepekan setelah upacara pemberian Star of Soekarno, pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS), Rachmawati Soekarnoputri, mengirimkan anugerah itu kepada pemimpin tertinggi Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) atau Korea Utara, Kim Jong Un, di Pyongyang, Korea Utara.

Sesuai dengan rilis yang masuk ke redaksi Tribunnews.com, Star of Soekarno itu dibawa utusan Rachmawati, Teguh Santosa, yang juga merupakan Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-RRDK.

Teguh berangkat menuju Pyongyang, Senin malam, dan diharapkan tiba di Pyongyang pada Selasa siang waktu setempat (6/10/2015).

Selain menyerahkan Star of Soekarno kepada pihak Korea Utara, Teguh juga akan menghadiri peringatan HUT ke-70 Partai Pekerja Korea.

Upacara pemberian Star of Soekarno untuk empat tokoh dilakukan di Hotel Boroudur, Jakarta, hari Minggu lalu (27/9/2015), bertepatan dengan HUT ke-35 YPS.

Dalam kesempatan itu, Kim Jong Un diwakili Charge d’Affaires Kedutaan Korea Utara.


Contoh diatas setidaknya bisa membuktikan betapa hangatnya persahabatan antara Indonesia dengan Korea Utara. Namun sangat disayangkan, sekarang hubungan baik yang terjalin selama ini seakan merenggang dimasa pemerintahan Presiden Jokowi.

PicsArt_05-08-12.18.40

Duta Besar Republik Demokratik Korea (Korea Utara) Ri Jong Ryul, 59 tahun, melayangkan nota diplomatik bernada protes kepada pemerintah Indonesia. Protes ini terkait dengan sikap pemerintah Indonesia yang membiarkan penyelenggaraan simposium internasional membahas mengenai hak asasi manusia rakyat Korut Selasa (10/2/2015).

Menurut Ri Jong Ryul, simposium itu yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea Selatan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Asian Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR)-Indonesia hanya bertujuan untuk menyebarkan rumors dan permusuhan terhadap Korea Utara.

“Indonesia dan Korea Utara selama ini berhubungan sangat erat. Tolong hentikan pertemuan-pertemuan semacam ini untuk menentang negara kami. Kami menghormati harga diri dan kedaulatan negara-negara lain,” kata Ri Jong Ryul di kantornya, Jakarta, Selasa (10/2015).

Menurut Ri Jong Ryul, nota diplomatik bernada protes sekaligus kecaman terhadap penyelenggara simposium internasional tentang HAM Korut disampaikan ke Kementerian Luar Negeri, Biro Kepresidenan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Interpol.

“Namun hingga simposium digelar pada pukul 11 siang, mereka tidak merespons nota diplomatik kami,” kata Ri Jong Ryul menyesalkan.

Dengan nada kecewa, Duta Besar Korea Utara ini mengingatkan Indonesia, jika pertemuan-pertemuan semacam ini terus dibiarkan oleh pemerintah Indonesia, maka hubungan yang sudah berlangsung baik antar dua negara akan tercederai.

Simposium internasional digelar di Golden Ballroom A, Hotel Sultan, Jakarta pada Selasa siang hingga sore. Simposium menghadirkan sejumlah akademisi dan pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk situasi HAM Korut, Marzuki Darusman. Duta Besar Korea Selatan Cho Tai Young juga hadir di simposium ini.

Rafendi Djamin dari AICHR-Indonesia mengatakan lembaganya berperan sebagaico-host dalam simposium internasional tersebut. “Saya sebagai pembicara dan AICHR-Indonesia sebagai co-host,” kata Rafendi yang dihubungi melalui telepon saat akan berangkat ke Malaysia, Selasa (10/2/2015).

Ia membenarkan ada seorang diplomat Korea Utara yang hadir di acara itu dan menggelar konferensi pers membacakan pernyataan protes kepada sejumlah jurnalis yang hadir di simposium. “Saya mendengar Korut kecewa tidak diundang di simposium ini,” kata Rafend.

Sumber:

Satu tanggapan »

  1. […] Menurut Marty, Korut punya dasar kuat yang membuat mereka menaruh kepercayaan tinggi. Dasar tersebut karena Korut menganggap Indonesia adalah negara bersahabat. Presiden pun, lanjut Marty, sangat menghargai rasa percaya yang disampaikan Korut. Hal tersebut memperlihatkan betapa erat relasi yang antara Indonesia-korut. Selengkapnya, bisa dibaca disini. […]

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.