Lanjutan dari: Indonesia Berpotensi Jadi Musuh Utama Amerika Serikat (bagian pertama)


05-15-12.50.48

Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi besar bagi kawasan ini, termasuk Indonesia.

Tahun 2020 itu tidak lama. Dalam 8 tahun ke depan, Indonesia sudah terkurung oleh pangkalan-pangkalan militer AS.

Apakah kita sudah sepakat sebagai bangsa untuk menyadari dan memahami persepsi ancaman yang sebenarnya sedang dihadapi?

Menurut pengamat Pertahanan dan Militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie, dengan kondisi seperti ini, jelas sekali, tidak tersedia waktu banyak bagi elite kita untuk segera mereposisi arah kebijakan luar negeri dan pertahanan Indonesia yang lebih tegas, strategis dalam menyikapi perubahan konstalasi politik di kawasan.

Connie menilai, pergeseran kekuatan militer AS ke Asia Pasifik bukanlah hal sederhana. Bisa jadi, pada 8 tahun ke depan, “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur perdagangan akan beralih ke kawasan ini. Indonesia harus menyiapkan diri untuk menghadapinya. Berikut petikannya:

Bagaimana anda melihat dinamika perkembangan militer AS saat ini?

Kebanyakan dari kita, atau bangsa AS sendiri, tidak ingin mengakui, bahwa, AS telah mendominasi dunia melalui kekuasaan militernya. Dengan alasan kerahasiaan negara, warga AS sendiri sering tidak menyadari bahwa pendudukan pasukan-pasukan AS sesungguhnya telah mengepung planet bumi ini. Kecuali kawasan Antartika.

Mudah dan banyak cara dalam melacak jejaknya, seperti dengan menghitung seberapa banyak jumlah koloni milter yang ada di berbagai belahan dunia.

Pada Abad-20 ini, yang dimaksud dengan koloni bisa terjelma dalam berbagai gaya, salah satunya melalui pangkalan militer yang berada di negara lain. Dengan cara ini, kita bisa ikuti koloni yang terbentuk dan menyebar ke seantero dunia dan melahirkan “kekaisaran militer” AS.

Pada perspektif dinamika politik global, kita bisa menyimak bagaimana kekaisaran militer AS semakin tumbuh menuju wujudnya tahun 2020 nanti. Saat ini tengah berproses, sejak Presiden Goerge Walker Bush menetapkannya pada 14 Januari 2004 lalu.

Bisa digambarkan seperti apa ‘Kekaisaran Militer AS’ itu?

Salah satu cara memahaminya, dengan memahami jumlah dan ukuran dari aspirasi “kekaisaran militer”  AS tersebut. Lebih dari setengah juta tentara formal plus mata-mata yang terselimuti melalui jejaring lembaga donor, teknisi, guru, serta badan usaha sudah tersebar membentuk koloni di negara-negara lain.

05-15-12.54.59

Air Craft Carrier USS Nimitz

Bukan hanya di darat, juga mendominasi lautan hingga samudera. Mereka membangun kekuatan Angkatan Laut yang hebat dengan mencantumkan nama-nama pahlawan mereka pada kapal induknya, seperti: Kitty Hawk, Constellation, Enterprise, John F. Kennedy, Nimitz, Dwight D. Eisenhower, Carl Vinson, Theodore Roosevelt, Abraham Lincoln, George Washington, John C. Stennis, Harry S. Truman, dan Ronald Reagan.

Selain itu, begitu banyak pangkalan rahasia dibangun dan difungsikan hanya sekedar untuk memonitor apa yang dikerjakan masyarakat dunia. Mereka mampu memonitor apa yang isi percakapan,  surat menyurat baik lewat fax atau pun email antara satu sama lainnya, termasuk atas warga negara AS sendiri. 

Di Okinawa, pulau paling selatan Jepang yang telah menjadi koloni militer AS selama 58 tahun,  terdapat 10 pangkalan korps marinir, termasuk korps marinir Futenma dan stasiun udara yang menduduki 1,186 Ha di pusat kota.

Selain itu, di Inggris terdapat senilai US$5 miliar instalasi miliiter dan mata-mata AS yang disamarkan sebagai pangkalan Royal Air Force.

Sebenarnya berapa jumlah pangkalan militer AS di luar negaranya?

Diyakini jumlah pangkalan militer AS di luar negaranya jumlahnya telah mencapai lebih dari 1,000 pangkalan di negara berbeda. Bahkan, Pentagon sekalipun mungkin tidak tahu secara pasti jumlah setiap penghuninya.

Data resmi dari Departement of Defence (DoD) pada laporan struktur tahun fiskal 2003 menyebut, Pentagon memiliki 702 pangkalan di luar negeri di 130 negara. Jumlah itu, belum termasuk 6.000 pangkalan di wilayah AS sendiri.

5-15-12.59.53

Pada pangkalannya di luar negeri, jumlah tentara AS yang tak berseragam mencapai 253,288 personel. Mereka  juga mempekerjakan 44,446 orang lainnya sebagai staff tambahan lokal yang disewa.

Pentagon mengklaim, pangkalannya mencakup 44,870barracks, hangars, rumah sakit, dan bangunan lain yang dibeli atau disewa sebanyak lebih dari 4,844 bangunan.

Lantas bagaimana?

Gambaran itu membawa kita pada kesadaran bahwa sebenarnya hanya sedikit sekali ruang yang ditinggalkan di planet bumi ini yang tidak terisi oleh kekuatan militer AS. Dan ruang kosong itu, adalah kawasan kita, wilayah Indonesia terus menuju arah bawah melalui Samudera Hindia ke arah Antartika.

Bagaimana anda melihat kaitan kondisi ini dengan reformasi TNI?

Sejak reformasi 1998, pembangunan profesionalisme TNI masih menemui banyak hambatan. Tekad kuat TNI untuk menjadi militer profesional yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara, tidak serta-merta bisa diwujudkan.

Memprofesionalkan militer, bagaimana pun juga menimbulkan konsekuensi yang harus dipenuhi oleh kedua pihak, yakni sipil dan militer itu sendiri. Militer perlu dukungan sipil atas persoalan alokasi “anggaran” dalam rangka mengatasi berbagai ancaman yang timbul.

Yang perlu kita ingat, kabinet pemerintahan bisa saja silih berganti, tetapi road map pertahanan jangka panjang adalah sesuatu yang harus diisi dengan komitmen tinggi seluruh elemen bangsa untuk memenuhinya.

5-15-01.02.17

Apakah penyebab hambatan pembangunan profesionalisme TNI?

Bila kita realistis dan berpikir kritis, sampai hari ini, ketidaksepakatan di kalangan pemimpin sipil mengenai beberapa konsep kebijakan pertahanan keamanan negara menjadi penyebab inkonsistensi dan terhambatnya muncul regulasi yang diperlukan.

Persoalan bertambah kompleks, ketika munculnya wacana bahwa demokrasi dan militer adalah 2 hal yang tak dapat disatukan. Disadari atau tidak, jika virus berpikir bahwa demokrasi dan militer adalah 2 hal yang tak dapat disatukan, dan sengaja disebarkan secara sistematis. Akhirnya akan membuat sipil semakin tidak memahami fungsi militer untuk kepentingan eksistensi negara.

Seolah-olah, militer tidak dibutuhkan lagi dalam negara berdemokrasi. Padahal, pembangunan demokrasi sebuah negara sangat butuh “pengawal”. Peran militer dalam menjaga demokratisasi di sebuah negara yang berdaulat, sangat penting.

Pandangan anda soal pertentangan militer dan demokrasi itu?

Militer dan demokrasi bukanlah sesuatu yang bertentangan. Lihat saja AS. Sebagai negara yang mengklaim paling berdemokrasi di muka bumi, faktanya memiliki militer yang paling kuat di dunia.

Bukan hanya di dalam negeri, tapi tumbuh berkembang, bak kecambah di musim hujan menjadi koloni-koloni di berbagai belahan bumi. Militer hadir sebagai komponen inti untuk menjaga kedaulatan negara.

Tak terbayangkan apa yang akan terjadi di masa datang jika Indonesia tidak segera memperkuat TNI untuk menghadapi “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur perdagangan.

Ingat, Indonesia adalah jantung maritim Asia dan bisa menghindar dari dampak langsung dan tidak langsung serta harus dihadapi.

Mengapa militer AS bisa begitu mendominasi dunia?

Karena instalasi pangkalan militernya di luar negeri membawa keuntungan tak terkirakan untuk kemajuan industri usaha dan ekonomi sipil mereka. Mulai dari desain pembuatan senjata untuk angkatan bersenjata, pakaian untuk tentara berseragam dan pasukan tidak berseragam yang tercatat ada 253,288 personil berikut keluarganya yang belum termasuk didalamnya, stok makanan dan bisnis fasilitas liburan bagi tentara.

Hampir sebagian besar sektor ekonomi AS sebenarnya mengandalkan militer untuk target penjualannya. Satu contoh kecil, misalnya terhadap pangkalan militer AS di Irak. Untuk pangkalan itu, DoD harus memesanextra ration of cruise missiles dan depleted-uranium armor-piercing tank shells. Selain itu, DoD juga mengakuisisi sebanyak 273,000 botol sunblock yang dianggap sama pentingnya seperti rudal bagi para tentaranya disana.

Belum lagi DoD harus menyediakan biaya binatu, dapur, surat menyurat dan pengiriman barang, serta cleaning services yang telah dikontrak militer dari perusahaan swasta, juga menjadi bagian dari kegiatan membangun dan mengembangkan sektor ekonomi AS.

Diketahui, sepertiga dari dana US$ 30 miliar tambahan yang dianggarkan untuk perang Irak, habis untuk service layananan bagi kenyamanan tentara AS.

Dengan begitu, keberadaan mereka di front-front perang tampak sama seperti kehidupan di rumah ala Hollywood. Selain itu pengamanan juga dilakukan melalui sub-kontrak pada private military companiesseperti Brown & Root, DynCorp, dan the Vinnell Corporation.

Artinya, AS memberikan tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi prajurit militernya?

The Washington Post pernah mengkritisi kondisi yang terjadi di Fallujah, bagian barat Baghdad. Bagaimana pelayan-pelayan berkemeja putih bercelana hitam dan berdasi kupu-kupu bertugas setiap malamnya melayani makan malam untuk petugas dari 82nd Airborne Division.

Beberapa dari pangkalan ini, karena sangat luasnya, membutuhkan 9 trayek bus internal untuk tentara dan kontraktor sipil di dalam area berkawat tersebut.

Pangkalan Anaconda, kantor pusat divisi brigade ke-3 dan infanteri ke-4 yang bertugas menjadi ‘polisi’ sepanjang 1.500 mil persegi di wilayah Irak, ke Utara Bagdad, hingga Samarra, menempati area besar seluas 25 kilometer persegi dan penyediaan perumahan untuk sebanyak 20.000 pasukan.

Untuk keperluan spritual, misionaris bagi militer AS, mereka dilayani perusahaan penerbangan sendiri. Tentara AS juga dilayani perusahaan penerbangan dengan armada untuk penerbangan jarak jauh sehingga mampu menyambungkan langsung post dari Greenland hingga Australia.

Bagaimana dengan kita?

Wah, anda bisa bayangkan sendiri. Betapa jauhnya dengan cara kita memperlakukan personil militer. Untuk melaksanakan tugas negara  pun kadang harus berutang hanya sekadar untuk membeli obat nyamuk di warung setempat.

Atau harus terdampar di pulau terluar menjaga perbatasan dengan segala fasilitas yang sangat terbatas dan minim.

Asia Pasifik jadi target ekspansi AS selanjutnya, bagaimana anda melihatnya?

Perkembangan terkini kekaisaran militer AS, bisa disimak  dari pernyataan Menteri Pertahanan, Panetta yang menyatakan bahwa 60 persen kekuatan militer AS akan pindah ke kawasan Asia Pasifik mulai 2012 hingga 2020.

Reposisi pangkalan tersebut ada dibawah kendali dan tanggung jawab Andy Hoehn, Wakil Menhan AS untuk bidang strategi.

Hoen dan dan rekan-rekannya mengatur tahapan implementasi akan apa yang disebut Goerge Bush dulu sebagai strategi perang pencegahan terhadap “persatuan negara-negara merah dan orang-orang jahat”.

Negara-negara “persatuan orang-orang jahat” ini oleh AS telah diidentifikasikan sebagai “busur ketidakstabilan” yang tersebar dari mulai daerah Andes di Colombia terus ke arah Afrika Utara dan kemudian menyapu negeri negeri seberang Timur Tengah, hingga termasuk Filipina dan Indonesia.

Jadi, perang terhadap terorisme adalah sebagian kecil dari alasan untuk semua strategisasi militer AS di belahan dunia. Yang sebenarnya adalah untuk membangun cincin baru dari Pangkalan militer sepanjang khatulistiwa guna memperluas kekaisaran militer AS dalam mendominasi dunia.

Kebijakan pertahanan yang seperti apa, bagi Indonesia menyikapi kondisi ini?

Arah kebijakan pertahanan negara Indonesia saat ini telah berubah dari threat based planing ke capabilities based planning. Itu sudah ditetapkan. Soalnya kemudian, apakah kita sudah sepakat sebagai bangsa untuk memahami persepsi ancaman yang sebenarnya sedang dihadapi dalam waktu dekat, sebagai dampak tersebarnya 60 persen kekuatan militer AS ke kawasan ini.

Persis sama seperti saat Irak akan digempur melalui persiapanOperation of Enduring Freedom, dimana saat ini Indonesia sama juga “sudah terkurung” seperti Irak, oleh  pangkalan-pangkalan AS sejak titik di Diego Garcia, Christmas Island, Cocos Island, Darwin, Guam, Philippina, terus berputar hingga ke Malaysia, Singapore, Vietnam hingga kepulauan Andaman dan Nicobar beserta sejumlah tempat lainnya.

Dengan kondisi ini, jelas sekali, tidak tersedia waktu banyak bagi elite Indonesia untuk segera mereposisi arah kebijakan luar negeri dan pertahanan Indonesia yang lebih tegas, strategis dalam menyikapi perubahan konstalasi politik di kawasan.

Indonesia juga harus memperkuat TNI sebagai aktor pertahanan yang tugas utamanya adalah untuk melindungi segenap wilayah kedaulatan termasuk kekayaan dan kesejahteraan penduduknya.

Apa yang paling mendesak untuk dilakukan?

Persoalan yang paling mendesak dan menjadi kewajiban sipil adalah perumusan dan penyusunan landasan serta kerangka hukum yang mengatur peran dan posisi TNI dalam konteks tugasnya sebagai garda terdepan bangsa untuk menjalankan misi pertahanannya.

Kondisi hari ini, TNI terbentuk menjadi tentara yang ditekankan hanya pada kemampuan stabilisasi dan rekonstruksi, tetapi tidak sebagai tentara profesional yang memiliki kemampuan outward looking defencesseperti bagaimana seharusnya.

Keberhasilan pembangunan landasan hukum ini, sebenarnya sangat terkait dengan visi politik dan visi transformasi militer untuk membangun kekuatan berdasarkan threat dan capabilities yang seharusnya dimiliki oleh kalangan sipil penentu kebijakan pertahanan.

Konstalasi politik keamanan kawasan telah berubah signifikan dan ancaman telah muncul mengikuti trend geopolitik yang berjalan. Kebijakan luar negeri Indonesia harus di re-shaping dalam cita-cita kita membangun keseimbangan regional yang merupakan tugas terbesar kita.

Semakin cepat terjawab, semakin baik.  Sehingga kita tahu TNI seperti apa yang harus dipersiapkan untuk mengantisipasinya.

Pendapat anda, apa yang paling penting dalam membangun profesionalitas TNI?

Hal yang terpenting bukan semata persoalan mana Alutsista yang perlu diganti dan mana yang masih layak pakai. Lebih dari itu, dalam membangun TNI yang profesional dan berwibawa di mata internasional, diperlukan sebuah grand strategy and design atas postur TNI. Postur TNI yang ideal untuk menghadapi segala bentuk ancaman yang segera akan terbentang di kawasan ini dalam 8 tahun mendatang.

Meski dengan kemampuan Indonesia saat ini, komposisi ideal sulit diwujudkan dalam kenyataan. Namun tanpa standar ideal, kita tidak akan pernah tahu kemana tujuan negara ini 100 atau 200 tahun yang akan datang. Bagaimana TNI yang kita cintai harus dibangun untuk itu.

Bagaimanapun juga, standar ideal sangat dibutuhkan sebagai panduan dalam mencapai cita-cita pembangunan akan postur TNI yang kuat, berwibawa, mumpuni dan profesional dalam menghadapi ancaman-ancaman atas kedaulatan kita sebagai bangsa yang kaya dan besar.

TNI Membuat Lima Rencana Agar Ibukota Jakarta Dapat Bertahan dari Serbuan Asing!

Pihak Indonesia tak hanya berpangku tangan dengan “manuver” negara-negara imperialis tersebut. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman dan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin beberapa waktu lalu bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membicarakan keamanan ibukota di Balaikota, Jakarta, Rabu (21/8/2013)

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membicarakan keamanan ibukota di Balaikota, Jakarta, Rabu (21/8/2013)

Mereka menyampaikan rencana TNI tentang strategi pertahanan yang tepat untuk Jakarta.

Dalam pandangan TNI, sistem pertahanan nasional bukan hanya di daerah-daerah perbatasan dan daerah-daerah hutan tetapi daerah pada penduduk seperti DKI Jakarta juga harus dijaga ketat. Alasannya, Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian nasional.

TNI AD telah melakukan kerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait tata ruang wilayah pertahanan di Jakarta. Selain itu, TNI AD juga akan menempatkan alat pertahanan di kota-kota besar sesuai dengan demografis wilayahnya.

Berikut 5 rencana TNI untuk menjadikan Jakarta aman dari sisi pertahanan:

1. Penangkis serangan udara di gedung tinggi

03-23-02.13.58

TNI AD berencana memasang sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) atau senjata penangkis serangan udara di atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.

“Pada gedung tinggi bisa digunakan. Gedung yang ditentukan tempatnya bisa buat rata, sehingga bisa ditempatkan senjata penangkis udara,” ujar KSAD Jenderal Budiman di Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (01/11/13).

2. Gedung tinggi zona pendaratan helikopter

03-23-02.12.41
TNI berharap di gedung-gedung tertentu di Jakarta dapat juga digunakan sebagai zona pendaratan helikopter logistik yang membawa alat berat seperti radar dan sebagainya.

“Sehingga gedung tinggi ini harus dibuat kokoh, bisa dilandasi helikopter radar dan penembakan penangkis serangan udara,” kata KSAD Jenderal Budiman.

Menurut dia, perang masa depan tidak seperti dulu, di hutan atau ditentukan di suatu daerah. Oleh sebab itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan perlu dijaga.

3. Pangkalan tank di bawah Monas

3-02.10.59

TNI berencana membangun pangkalan tank di bawah Monas. Diperkirakan luas pangkalan militer plus parkir bawah tanah dan pusat souvenir di bawah Monas sekitar 160 hektar. Namun detail bangunan seperti apa belum bisa disampaikan.

“Pembangunan dimulai 2014 nanti. Di bawah monas nanti ada underpass strategi pertahanan saat kondisi darurat, yang saling berhubungan,” ujar Jokowi.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan (Kemhan) Sjafrie Sjamsoeddin menemui Jokowi. Keduanya membicarakan singkronisasi antara strategi penataan ibu kota dengan strategi pertahanan negara.

Apalagi, September dan Oktober 2013 lalu, militer Indonesia bakal menerima ratusan tank berat. Tank itu bakal masuk Jakarta, lalu disebarkan di satuan operasional. Selain itu, militer juga bakal menerima roket jarak jauh untuk mengamankan ibu kota, serta sejumlah pesawat tempur dan puluhan tank amfibi.

4. Kemayoran untuk pendaratan pesawat tempur

-23-02.09.12
Gubernur Jokowi akan menindaklanjuti koordinasi dengan Kementerian Pertahanan sehubungan penyediaan ruang bagi masuknya peralatan militer.

Salah satu perubahan yang akan dilakukan adalah jalan di kawasan Kemayoran bisa dimanfaatkan untuk pendaratan pesawat tempur dengan sedikit mengubah tata ruangnya.

“Di Kemayoran bisa untuk pendaratan pesawat. Karena ada fly over nya itu nanti dipindah menjadi underpass sehingga nanti untuk pendaratan bisa dipakai darurat,” kata Jokowi.

5. Marunda untuk jalur peralatan tempur TNI AL

00.18
Kawasan Marunda juga dibidik untuk membantu pertahanan melalui laut. Menurut Jokowi, ada lahan seluas 200 hektar di kawasan Marunda yang bisa digunakan untuk peluncuran amfibi.

“Di Marunda itu luasnya lebih dari 200 hektar, sebagian wilayah pantainya itu juga nanti bisa digunakan untuk meluncurnya amfibi ke laut,” ujar Jokowi.

Sambil berfikir, ia juga menambahkan dengan dukungan, “Memang, hal-hal tersebut harusnya sudah kita rancang,” kata Jokowi. Indonesia akan Bangun Sistem Pertahanan Udara dengan Penangkis Serangan Udara Made In China

03-23-05.41.28

Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan China semakin erat. Setelah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digarap oleh konsorsium China kali ini Kementrian Pertahanan akan membangun sistem pertahanan udara terintegrasi dengan penangkis serangan udara buatan China.
 
Sistem pertahanan ini digunakan untuk memaksimalkan pertahanan objek vital dan pertahanan pangkalan Pasukan Khas (Paskhas) TNI Angkatan Udara.
 
“Penjajakan ini merupakan bagian upaya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan TNI sesuai Rencana Strategis 2015-2019,” kata Dirjen Perencanaan Kementerian Pertahanan RI Marsekal Muda TNI M Syaugi, Selasa, ketika dikonfirmasi, terkait kunjungan kerjanya ke China pada 25 Februari hingga 1 Maret 2016.
 
Selama ini, ungkap dia, TNI Angkatan Udara telah menggunakan penangkis serangan udara Oerlikon SkyShield MK2 buatan Swiss, yang digunakan Detasemen Hanud 473 Paskhas TNI Angkatan Udara di Pontianak.

Di China, Kemenhan RI menjajaki sistem pertahanan udara terintegrasi AF902 FCS serta PSU Twin35MM

“Berdasar paparan dan display yang ditampilkan, sistem pertahanan udara yang ditawarkan cukup bagus begitu pun dengan PSU-nya yang memiliki daya ledak, daya jangkau, akurasi serta presisi bagus, tidak kalah dengan Oerlikon,” kata Syaugi.
 
Ia menegaskan sebagai negara berdaulat, maka Indonesia memiliki hak untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataannya tidak hanya dari satu negara. “Kita berhak mengadakan alat utama sistem persenjataan dari negara mana pun, asalkan sesuai dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasi pengguna yakni TNI,” tutur Syaugi menegaskan.
 
Yang tidak kalah penting, lanjut dia, setiap pengadaan alat utama sistem persenjataan termasuk dari mancanegera harus menyertakan alih teknologi dan kualitas yang terjamin. Senjata penangkis serangan udara Twin35 MM, dengan jarak efektif 4 km, dilengkapi dengan sensor unit, dalam satu menit dapat menembakkan 550 butir peluru.

Militer Indonesia Terkuat di Asia Tenggara

03-23-05.46.28
Global Firepower (GPF) adalah sebuah situs yang menyediakan analisa kekuatan militer sebagian besar negara di dunia. Situs ini memberi informasi 100 negara dengan militer terkuat dengan basis 50 faktor berbeda.Faktor-faktor yang digunakan untuk menilai kekuatan militer sebuah negara misalnya jumlah penduduk, usia warga yang bisa menjadi personel militer, anggaran militer, jumlah peralatan militer, konsumsi BBM, utang luar negeri dan banyak pengukur lainnya.Misalnya, jumlah populasi sebuah negara menjadi awal penilaian daftar ini. Secara umum semakin besar populasi sebuah negara maka kekuatan militer negara itu akan semakin besar.Agar penilaian ini adil, maka kapabilitas sebuah negara mengembangkan dan memiliki persenjataan nuklir tidak menjadi faktor penilai. Semua penilaian menunjukkan kemampuan militer sebuah negara jika terjadi perang konvensional baik perang darat, udara dan laut.Setelah melakukan analisa menggunakan 50 basis penilaian itu maka GFP menentukan untuk 2015 negara dengan militer terkuat di dunia masih dipegang Amerika Serikat, disusul Rusia dan China di peringkat kedua dan ketiga.Sementara India dan Inggris menduduki peringkat keempat dan kelima negara-negara dunia dengan militer paling mumpuni. Negara Asia lain yang menduduki posisi 10 besar adalah Korea Selatan di peringkat ketujuh dan Jepang di peringkat kesembilan.

Lalu di mana posisi Indonesia?

Dengan 50 basis penilaian yang sangat ketat itu, GFP menempatkan Indonesia menjadi negara dengan militer terkuat ke-12 di dunia.

Posisi Indonesia ini tepat di bawah Israel (11) dan di atas Australia (13). Dengan posisi ini Indonesia juga lebih kuat dibanding beberapa negara Eropa seperti Polandia, Republik Ceko, atau Denmark. Arti lain dari posisi ke-12 ini berarti secara militer Indonesia merupakan negara paling kuat di Asia Tenggara. Negara terkuat kedua di Asia Tenggara ditempati Thailand yang secara global menempati peringkat ke-20. Disusul Vietnam (21), Singapura (26), Malaysia (35), Filipina (40), Myanmar (44), Kamboja (96) dan Laos (117). Sementara lima negara dengan kekuatan militer terbawah dalam daftar ini adalah Libya, Zambia, Mali, Mozambik dan Somalia.

Pergeseran Peta Politik Timur Tengah

Pergeseran kekuatan Amerika dari kawasan Timur Tengah ke kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan tak bisa dipungkiri untuk mencegah berbagai kemungkinan yang muncul terkait bangkitnya Islam dari kawasan ini.

Secara politik kawasan Timur Tengah telah mampu ‘dikuasai’ oleh Amerika dengan pengaruhnya. Amerika berhasil mengubah geopolitik di kawasan ini melalui Arab Spring. Para penguasa boneka yang selama ini lebih condong ke Eropa mulai disingkirkan satu per satu dan diganti para penguasa boneka yang berporos ke Amerika.

Dengan berbagai manuver politik, Amerika berusaha menyingkirkan rival mereka dari Eropa yang selama ini bercokol di Timur Tengah seperti Inggris dan Prancis. Amerika kemudian mengambil alih kendali dengan memaksa para penguasa Timur Tengah berkiblat ke Amerika.

Bersamaan itu Amerika berusaha ‘membunuh’ semua gerakan politik Islam, meski perjuangannya bersifat parsial. Amerika berada di balik aksi kaum liberal di Mesir yang menyingkirkan Presiden Mursi—yang sebenarnya terpilih secara demokrasi. Tak hanya itu, melalui anteknya Jenderal Al Sisi, Amerika menjadikan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris.

Irak telah dikuasai. Demikian pula Libya, Iran, dan negara Arab lainnya. Tunduknya para penguasa kaum Muslim di Timur Tengah, termasuk Presiden Mahmud Abbas di Palestina, memuluskan rencana Amerika untuk menguasai kawasan itu dengan aman demi menjaga keberadaan negara Israel.

Sudutkan Islam

Bersamaan dengan itu Amerika terus memaksakan negara-negara di semua kawasan agar mengikuti program global war on terrorism (GWOT). Program ini diarahkan kepada gerakan-gerakan yang ingin membangun kembali peradaban Islam.

Tanpa bertindak secara langsung, Amerika bisa berbuat semaunya untuk memberangus gerakan-gerakan Islam. Tanpa pengadilan, banyak orang yang dibunuh dan dipenjara di negeri-negeri Islam dengan tuduhan terlibat aksi terorisme.

Tak hanya itu, Amerika dan antek-anteknya di negeri Islam selalu berusaha mengaitkan aksi  terorisme dengan gerakan untuk menegakkan syariah dan khilafah. Padahal, secara demokratis, seharusnya tindakan rakyat suatu negeri untuk membangun negerinya dengan ideologi tertentu sah-sah saja. Tapi ternyata tidak berlaku. Mereka dimusuhinya meski tidak menggunakan kekerasan.

Dan untuk membendung gerakan Islam politik ini, Amerika mengadu domba di antara kaum Muslim. Caranya dengan membuat kategorisasi gerakan/kelompok Islam dengan sebutan radikal, moderat, tradisional. Dengan kekuatan uangnya, Amerika mendukung gerakan moderat/tradisional untuk menghantam gerakan yang mereka sebut sebagai radikal. Amerika juga mendukung gerakan liberalisasi Islam dengan memberikan dukungan dana dan lainnya.

Untuk memuluskan itu, Amerika mendudukkan antek-anteknya pada posisi tertinggi di pemerintahan. Sedikit saja mereka menyimpang dari kepentingan Amerika, pasti disingkirkan. Kenyataan ini sudah terbukti di berbagai negeri, termasuk di Indonesia.

Walhasil, sesuai dengan buku ‘America’s Deadliest Export Democracy’, Amerika memang tidak menginginkan munculnya alternatif super power baru, apalagi itu adalah khilafah Islam. Mereka sangat takut dan berusaha membendung kebangkitannya dengan segala cara.

Flash Back Campur Tangan Amerika Mengacak-Acak NKRI

Pada beberapa waktu yang telah lalu, kita tahu bahwa salah satu pulau yang termasuk dalam kepulauan Indonesia telah melepaskan diri, yaitu Timor Timur.

Timor Timur yang kini telah berganti nama menjadi Timor Leste adalah bekas jajahan Portugal. Lepasnya Timor Leste dari Indonesia disebabkan adanya resolusi PBB, dan desakan referendum (penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya) oleh PBB dan Portugal.

Semua itu terjadi juga tidak lepas dari dukungan Australia dan Amerika Serikat (AS). Karena Australia dan Amerika-lah yang merasa HAM (Hak Asasi Manusia) di Timor Leste tersebut patut untuk diperjuangkan, semenjak adanya kelompok ekstrimis berhaluan komunis di Timor Leste yang melakukan berbagai pembantaian terhadap warga sipil.

Kekecewaan Indonesia

Kekecewaan Indonesia mengenai lepasnya Timor Leste ini, sepertinya membuat Indonesia kini tidak lagi begitu melirik Amerika untuk menjalin kerjasama. Hal ini bisa kita lihat, dari rencana pembelian pesawat oleh Kementerian Pertahanan baru-baru ini.

Walaupun kita tahu, jarak dari masa lepasnya Timor Leste sejak pemerintahan BJ Habibie hingga sekarang ke masa rezim Joko Widodo (Jokowi) cukup jauh. Hal ini tidak berarti membuat Indonesia melupakan kejadian tersebut. Apalagi sampai melupakan apa yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat “selama ini untuk” Indonesia.

Rencana Pembelian Pesawat Sukhoi SU-35 ke Rusia

Kementerian Pertahanan Indonesia rencananya akan membeli satu skuadron pesawat Sukhoi SU-35 dari Negeri Tirai Besi, yaitu Rusia. Sukhoi SU-35 jarang ditampilkan ke publik. Tapi beberapa penampilannya di Airshow International membuat kaget pilot-pilot AS dan sekutunya. Rusia yang terkenal dengan posisi bergengsinya pada peringkat kedua kekuatan militer di dunia itu, mengaku siap membantu Indonesia. Padahal, biasanya Indonesia membeli alutsista dari Amerika.

Upaya perusahaan penerbangan asal Amerika, Lockheed Martin jauh-jauh datang ke tanah air untuk merayu pemerintah Indonesia membeli varian terbaru F-16 sirna sudah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) menyatakan menolak dan tetap melanjutkan rencana pembelian Sukhoi Su-35 dari Rusia. Sikap Indonesia itu menarik perhatian media-media di Rusia. Mereka sampai mengulas alasan Indonesia yang memilih merapat ke Blok Timur dari pada kembali ke pelukan Amerika Serikat dan sekutunya.

Banyak pula negara-negara lain yang gigit jari saat Indonesia telah menemukan tambatan hatinya pada pesawat Sukhoi SU-35, seperti Swedia, Prancis dan Inggris, yang mana negara-negara tersebut memang merupakan sekutu dekat dari Amerika Serikat.

Indonesia Persiapkan Alutsistanya

Indonesia juga merasa harus mengembangkan alutsistanya, demi menjaga kedaulatan negara dari berbagai ancaman. Baik dari dalam, maupun luar Indonesia. Entah tanpa disadari atau tidak, sepertinya Indonesia telah mempersiapkan sabuk pengaman untuk menjaga negara dari ancaman yang sangat jelas adanya.

Perlu kita ketahui, bahwa rencana Amerika Serikat menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi besar bagi kawasan ini, termasuk Indonesia.

Tahun 2020 itu tidak lama. Dalam 5 tahun ke depan, Indonesia sudah terkurung oleh pangkalan-pangkalan militer Amerika Serikat. “Saat ini Indonesia sama juga ‘sudah terkurung’ oleh pangkalan-pangkalan Amerika Serikat yang berada di Christmas Island, Cocos Island, Darwin, Guam, Philippina, Malaysia, Singapore, Vietnam hingga kepulauan Andaman dan Nicobar beserta sejumlah tempat lainnya,” kata Connie Rahakundini Bakrie, pengamat Pertahanan dan Militer dari Universitas Indonesia (UI).

Salah satu media Amerika Serikat, Washington Post melaporkan bahwa rencananya militer Amerika akan menempatkan pesawat tempur berawak dan tidak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.

Kalangan DPR (baca: Anshor Thoghut/AT) mulai khawatir dengan pembukaan pangkalan baru militer Amerika Serikat di Pulau Cocos, yang diiringi penempatan 2.500 prajurit Marinir, di pulau yang dekat dengan Pulau Chrismast, Australia, di Samudra Hindia. Bahkan Amerika Serikat berencana akan menambah pasukan di Pulau Cocos menjadi 4.000 Marinir, jika pemerintah Australia menyetujuinya. Dilihat dari peta, Pulau Cocos ini terlihat dekat dan berada di barat daya Pulau Jawa.

Komisi I DPR RI (F-PPP), Husnan Bey Fananie mengaku ikut mempertanyakan keberadaan 2.500 marinir Amerika yang ditempatkan di Pulau Cocos, saat menerima kunjungan Ketua Kongres Amerika Serikat untuk Bidang Luar Negeri, Edward Royce di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (19/8/2013). Dari berbagai informasi yang didapatkan, keberadaan Marinir Amerika di pulau tersebut memang sengaja untuk memata-matai negara-negara di kawasan Asia, khususnya Indonesia.

Beliau menanyakan apa alasan kuatnya dan argumentasinya penempatan marinir Amerika di pulau tersebut. Namun jawabannya sangat normatif dan diplomatis, bahwa pasukan marinir ditempatkan atas dasar kerja sama militer Amerika dengan militer Australia, juga untuk membantu negara-negara di kawasan Asia saat menghadapi bencana alam.

Atas jawaban itu, beliau mengaku tetap mengganjal. Karena, tidak mungkin sesederhana itu penempatan pasukan marinir Amerika di Australia dalam skala sebesar. Menurutnya, pasti  Amerika memiliki agenda besar dalam penempatan pasukannya di Australia, baik dalam jangka pendek dan panjang.

Selanjutnya: Indonesia Berpotensi Jadi Musuh Utama Amerika Serikat (3)

Satu tanggapan »

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.