PASAR KALANGON, PASAR TRADISIONAL SESUNGGUHNYA

Di Desa Kradenan, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, ada pasar unik bernuansa jadul. Surganya kuliner tradisional Grobogan yang hanya buka di pekan pertama dan ketiga saban bulannya itu menggunakan uang dari bambu untuk kegiatan bertransaksi.

Namanya Pasar Kalangon, terletak di tepi waduk, berjarak sekira 18 kilometer dari pusat Kabupaten Grobogan. Istilah Pasar Kalangon diambil dari nama sebuah waduk, yaitu Waduk Nglangon. Di pasar jadul ini sangat kental dengan kearifan lokal, mulai dari letaknya di tepian waduk, lapak jualan dari anyaman bambu, bungkus makanan menggunakan daun, sampai petugas pengelola yang menggunakan pakaian adat.

Sambil menikmati pemandangan alam sekitar, pengunjung bisa menyantap beragam kuliner tradisional di pasar ini, seperti pecel, soto, sate, kue putu, olahan ubi, dan masih banyak lagi. Tapi jangan lupa, sebelum membeli segala kebutuhan perut itu, pengunjung harus terlebih dahulu menukarkan uang rupiah dengan uang bambu yang telah disediakan petugas pengelola pasar. Satu keping uang bambu memiliki nilai Rp 2 ribu, Rp 6 ribu dan Rp 10 ribu.

Penggagas Pasar Kalangon Salma Istianahar mengatakan, pihaknya tidak membatasi jumlah nominal yang ditukarkan pengunjung untuk bertransaksi. “Satu koin boleh, banyak bebas. Rata-rata pengunjung menukarkan uang Rp 20 ribu. Tapi yang lebih besar juga banyak,” kata Salma.

Dari hasil catatannya, para penjual makanan di Pasar Kalangon bisa memperoleh Rp 150 ribu sampai Rp 2 juta tiap kali buka. Adapun jumlah penjual kuliner di pasar tersebut sekitar 40 orang. Sama seperti panitia, semua penjual di lokasi tersebut merupakan warga desa setempat. Hal itu menurut Salma merupakan wujud pemberdayaan penduduk desa.

Pasar Digital Berkelanjutan

Salma mengaku, gagasan Pasar Kalangon mencontoh dari Pasar Papringan di Temanggung, kemudian dimodifikasi dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Pasar Kalangon berada di bawah pengelolaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Pesona.

Dikatakannya, untuk promosi murni dilakukan dengan memanfaatkan media sosial. Tidak heran jika tempat tersebut juga dikenal sebagai Pasar Digital Kalangon. “Promosi selain dari mulut ke mulut ya dari media sosial. Ada Facebook, Instagram, Twitter, Youtube,” urai Salma.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widianti menyebut bahwa pasar rakyat digital tidak sekadar memanfaatkan teknologi digital dalam hal promosi, tetapi juga didukung dengan adanya pengembangan apliksai daring seperti E-Retribusi dan E-Payment untuk mempermudah pemantauan omzet pasar.

“Pengembangan aplikasi daring ini merupakan transformasi digital pasar rakyat. Dengan melakukan pemantauan omzet secara daring diharapkan dapat membuat sistem kerja pasar rakyat menjadi lebih mudah, tepat, dan efisien,” jelas Tjahya dalam laman resmi Sekretariat Kabinet RI.

Selain perihal pemantauan omzet dan promosi, sustainable (berkelanjutan) sebuah destinasi digital merupakan hal yang tidak boleh dilewatkan. Pengelola Pasar Karetan dan Pasar Semarangan Mei Kristanti membeberkan ada beragam treatment agar destinasi digital menjadi sustain, salah satunya yaitu dengan merangkul masyarakat dan pedagang. Untuk itu, dibutuhkan manajemen yang baik.

“Kita harus merangkul pedagang yang berasal dari masyarakat sekitar, karena mereka juga tidak boleh menurunkan kualitas dagangan,” terang Mei. Menurutnya, pedagang yang mengalami penurunan kualitas perlu ditegur supaya tidak mengulangi hal serupa. Hanya saja, teguran tidak dilakukan di depan umum, melainkan setelah acara selesai.

Selain itu, venue juga menjadi bagian penting yang perlu ditonjolkan. Menurut Mei, keindahan venue harus dijaga agar memberi kesan instagramable, sehingga pengunjung bisa terus berfoto dengan nyaman. “Selain tentunya ada acara yang bisa menarik orang untuk datang,” ujar Mei.

Untuk diketahui, Pasar Kalangon Buka mulai Pukul 06:00 WIB. Buka satu bualan dua kali dari minggu pertama dan minggu ketiga. Jual beli di pasar ini tidak menggunakan uang Rupiah akan tetapi harus menukar terlebih dahulu dengan uang yang sudah di persiapkan oleh pengelola Pasar kalangon, yaitu uang bambu.

Referensi :

  1. https://grobogandaily.com/2019/08/berburu-kuliner-tradisional-di-pasar-kalangon/
  2. https://pasar-kalangon-kradenan-grobogan.business.site/

GUA KALAK – PACITAN

Kota Pacitan yang terkenal dengan julukan ‘1001 Gua’ memang menyimpan banyak keindahan di balik cadasnya bukit kapur, seperti Gua Kalak. Gua ini menarik bukan karena keindahan stalagtit dan stalagmitnya, tapi ada kisah misteri di balik itu. Jika Anda mengunjungi Gua Gong dan akan meneruskan kunjungan wisata Anda menuju ke Pantai Klayar, sempatkanlah ke Gua Kalak. Gua ini berada di Desa Sendang, Kecamatan Donorojo, sekitar 8 kilometer dari Gua Gong.

Memasuki di Desa Sendang, dari arah Gua Gong, di kiri jalan ada sebuah gua yang berdiri kokoh menjulang, bertuliskan Gua Kalak. Ya, ini adalah salah satu gua di Pacitan, Gua Kalak. Gua ini terkenal bukan karena keindahan stalagtit dan stalagmitnya, tetapi karena pengaruh mistisnya. Gua ini ditemukan jauh sebelum Gua Gong. Bahkan antara tahun 70-an sampai 80-an, gua ini termasuk destinasi andalan di Kabupaten Pacitan saat itu, karena memang sejak lama aura magis gua ini terdengar oleh orang-orang di luar Pacitan.

Zaman dahulu, banyak orang yang melakukan pertapaan di dalam gua. Bahkan, presiden kedua Indonesia pernah melakukan semedi di dalam gua yang berada di perut bukit ini. Menurut cerita warga setempat, Gua Kalak merupakan tempat ritual dari Raden Brawijaya pada zaman Kerajaan Majapahit, salah satu tokoh yang istilahnya ‘babat alas’ di daerah tersebut yang juga disebut sebagai Gusti Kalak. Oleh karena itu, gua ini dinamakan Gua Kalak.

Saat mengunjungi Gua Kalak, kita hanya dapat berada di bagian depan. Karena lebih masuk ke dalam, gua ini pengap dan dibangun pagar besi yang dikunci. Oleh karena itu, kita tidak dapat menyusuri bagian dalam gua. Hingga kini belum dapat diketahui mengapa masyarakat tidak diperkenankan menelusuri lebih dalam. Itulah yang menjadi misteri.

Referensi :

Jejak Keturunan Ahmad Dahlan di Thailand

Pertemuan Keluarga KH Ahmad Dahlan dari Thailand dan Indonesia. Pertemuan ini digelar di Indonesia

Erfan Dahlan (Dalam sejarahnya tertulis dengan nama Irfan Dahlan), memilih hijrah dan menetap di Thailand sejak tahun 1930. Ia kemudian menikah dengan Zahrah, aktivitas perempuan muslim Thailand yang juga memiliki garis keturunan dari Jawa Tengah. Mereka memilikin 10 orang anak dan beberapa diantaranya kemudian menjadi pendakwah bahkan menyiarkan Islam hingga hari ini.

Tidak tahu bahwa mereka keturunan KH Ahmad Dahlan

Namun sayangnya mereka tak banyak tahu tentang sosok besar kakek mereka, pendiri Muhammadiyah yang juga pahlawan Nasional Indonesia, KH Ahmad Dahlan. Hingga akhirnya mereka mengunjungi Indonesia yang diakui mengubah banyak hal setelahnya.

Laporan: Afni Zulkifli-Bangkok (JPNN)

Saat JPNN bertanya, sejauh mana pemahaman cucu KH Ahmad Dahlan tentang kakek mereka, Mina (anak ke 6 Erfan Dahlan) mengaku tak banyak tahu tentang tokoh sentral Muhammadiyah asal Yogjakarta itu. Meski pernah diceritakan sang Ayah, namun Mina dan saudara-saudaranya tak pernah mendapatkan cerita utuh tentang sepak terjang sang kakek hingga dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional.

“Tidak banyak hal yang kami tahu soal KH Ahmad Dahlan atau pun Muhammadiyah, karena kami juga tidak banyak bertanya tentang itu. Kami juga tidak pernah mengunjungi Indonesia sebelumnya,” kata Mina.

Besarnya dampak menjadi keturunan KH Ahmad Dahlan, baru dirasakan Mina dan saudara-saudaranya sepeninggalan Ayahnya. Banyak orang dari Indonesia, selain mengunjungi Mesjid Jawa (yang juga didirikan oleh keluarga Zahrah-ibu Mina), kemudian datang berkunjung ke rumah mereka di Bangkok. Tujuannya sekedar bersilahturahmi dengan keturunan KH Ahmad Dahlan.

Tidak tahu Muhammadiyah

“Abang saya Dr Winai, pernah bertemu dengan Ketua Muhammadiyah Din Syamsudin. Namun kami tidak banyak tahu soal Muhammadiyah karena yang datang kemari hanya masyarakat biasa saja. Mereka mengunjungi Mesjid Jawa dan bersilahturahmi,” kata Mina dalam bahasa Inggris bercampur bahasa Indonesia.

Ketidaktahuan mereka tentang sosok KH Ahmad Dahlan terasa wajar. Meski Ayah mereka, Erfan Dahlan, meninggal dengan status Warga Negara Indonesia, namun Ibu mereka, Zahra, tercatat sebagai warga negara Thailand. Begitu pula dengan Mina dan 9 saudara lainnya yang lahir dan besar di Thailand. Sebelumnya mereka juga tak pernah berkomunikasi dengan keluarga besar KH Ahmad Dahlan di Indonesia.

Namun demikian Mina mengatakan, Indonesia baginya bukan negara asing. Mereka banyak diceritakan tentang negara asal Ayah dan keluarga Ibu mereka itu. Bahkan Zahra sekitar tahun 1986 pernah mengunjungi saudaranya di Jawa Tengah.”Mungkin karena terlalu sayangnya, sampai 3 bulan ditahan untuk tinggal bersama keluarganya di Indonesia,” kata Mina sambil tertawa.

Setelah itu beberapa kali Mina dan saudara-saudaranya mulai mengunjungi Indonesia terutama Yogyakarta. Salah satu kunjungan yang paling berkesan, ketika mereka diundang  menghadiri 1 Abad Muhammdiyah. Kunjungan itulah kata Mina yang mengubah banyak hal pemahaman dan rasa cinta mereka pada sang kakek, KH Ahmad Dahlan.

“Kami para cucu, merasa kaget sekali melihat banyak orang datang mengusung poster KH Ahmad Dahlan. Stadion hanya dalam waktu singkat, sudah diisi ribuan orang. Kami baru sadar ternyata kakek kami orang besar di Indonesia. Saya sendiri sampai merinding melihat lautan massa Muhammadiyah yang hadir ketika itu,” kata Mina mengungkap rasa bangganya.

Seketika setelah kunjungan itu, rasa bangga menjadi keturunan KH Ahmad Dahlan, ditularkan Mina dan saudara-saudaranya kepada putra putri mereka (Cicit-generasi ketiga KH Ahmad Dahlan) yang tersebar di Thailand hingga Amerika Serikat. Tidak hanya sekedar rasa bangga, mereka pun menjadikan nama Dahlan, sebagai nama resmi garis keturunan keluarga.

Keluarga besarnya di Thailand mulai memikirkan bahwa sejarah tak boleh terhapus begitu saja. Apalagi salah satu amanat Ayah mereka, adalah untuk tetap mengingat KH Ahmad Dahlan dan tanah leluhur bernama Indonesia.

“Karena kami ini generasi berikutnya, merasa bertanggungjawab untuk meneruskan cerita sejarah pada cucu dan cicit KH Ahmad Dahlan. Bagaimanapun, kami memiliki darah Indonesia dan harus menghormati para leluhur,” kata Mina.

Pada bulan April 2013, akhirnya dipimpin oleh Dr Winai Dahlan, keluarga besar KH Ahmad Dahlan yang terdiri dari 22 orang cucu dan cicit yang datang dari Bangkok dan AS, melakukan perjalanan ke Indonesia. Selain ziarah makam, mereka juga bertemu dengan keturunan KH Ahmad Dahlan lainnya di Jakarta dan Yogjakarta.

Mereka juga mengunjungi Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII). Tujuannya agar cucu dan cicit KH Ahmad Dahlan, mengetahui tentang asal usul leluhur mereka. Bersama keluarga lainnya yang baru bertemu setelah puluhan tahun, kini sudah mulai terjalin kembali tali persaudaraan yang semula tak saling mengenal satu sama lain.

“Kini sudah tercipta hubungan baru antar mereka di generasinya. Dengan berkunjung ke Indonesia, rasa bangga menjadi keturunan KH Ahmad Dahlan begitu terasa. Indonesia kini menjadi negara asal leluhur atau negara kedua (second home town) buat kami,” ungkap Mina.

Apakah punya rencana untuk kembali ke Indonesia? Mendapat pertanyaan ini Mina hanya tertawa lepas. Ia mengatakan bahwa Thailand adalah tanah kelahirannya, namun Indonesia akan selalu tetap di hati ia dan saudara-saudaranya. Suatu ketika ungkap Mina, saat KH Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, ada utusan pemerintah Indonesia yang datang ke keluarganya menyampaikan hadiah berupa satu unit rumah yang disebutnya terletak di Jakarta.

“Kami tidak tahu persis letaknya. Tapi rumah itu pada akhirnya kami tolak dan diserahkan kepada organisasi di sana (Muhammadiyah) untuk dijadikan pustaka atau museum KH Ahmad Dahlan saja. Karena lebih bermanfaat demi melanjutkan perjuangan beliau. Saya tidak tahu bagaimana nasib rumah tersebut,” kata Mina.

Bagi Mina dan saudara-saudaranya, menyandang status sebagai keturunan pejuang besar sekelas KH Ahmad Dahlan, sudah menjadi penghargaan tersendiri. Ia mengatakan, bahwa garis keturunan KH Ahmad Dahlan di Thailand awalnya malah tak mengerti tentang siapa sosok besar pendiri Muhammadiyah tersebut. Namun mereka sekelurga telah memiliki semangat juang yang sama dengan sang kakek.

“Allah Swt maha pengatur. Ia menjadikan keturunan KH Ahmad Dahlan di Thailand, juga melakukan dakwah dan menyiarkan Islam meski mereka tak tahu apapun tentang beliau sebelumnya,” kata Mina.

Sama seperti semangat yang ditularkan KH Ahmad Dahlan, yang menjadikan Muhammdiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan, begitu pula dengan keturunannya di Thailand. Jauh sebelum mereka tahu siapa kakek mereka, Erfan Dahlan dan anak-anaknya sudah menjalankan berbagai kegiatan dakwah dan sosial.

Erfan Dahlan memimpin dakwah Islam di Thailand hingga akhir hayatnya, begitu pula dengan istrinya Zahrah yang mendirikan Women Association of Thailand atau Asosiasi Perempuan Muslim Thailand. Sepeninggal keduanya, anak-anak mereka (cucu KH Ahmad Dahlan) mendirikan Yayasan bernama Erfan-Yupha Dahlan  untuk tetap mendukung kegiatan Muslim Women Association yang berkonsentrasi membantu pendidikan anak-anak miskin dan anak yatim.

“Yayasan ini didanai murni oleh keluarga besar Erfan Dahlan di Thailand. Konsentrasinya untuk kegiatan sosial dan dananya berasal dari penghasilan kami sendiri,” kata Mina.

Bolehkah minta foto kegiatan Yayasannya? “O, jangan. Kami tidak pernah mendokumentasikan kegiatan yayasan. Kata Ayah, Kakek mengajarkan bahwa berbuat baik itu cukuplah Allah saja yang tahu. Kalau perlu ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tak perlu mengetahui,” kata Mina menjelaskan alasannya menolak permintaan JPNN.

Dr Winai Dahlan (Muslim berpengaruh di Thailand)

Assoc. Prof. Dr. Winai Dahlan merupakan pendiri dari Halal Science Center Chulalongkorn University, Thailand. Dahlan juga merupakan ketua dari Riset Sains Lipid dan Lemak dan juga ketua dari Pascasarjana Internasional dari studi Pangan dan Nutrisi, Faculty of Allied Health Sciences, Chulalongkorn University.

Winai Dahlan merupakan keturunan bangsa Jawa yang bertempat tinggal di Bangkok. Ayahnya merupakan Irfan Dahlan dan ibunya bernama Zahrah. Kakeknya merupakan Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional. Winai Dahlan adalah sebagai Pro Profesor Kompanyon dari C9 level yang melibatkan pelatihan keilmiahan. Dahlan juga menulis lebih dari 30 artikel yang dipublikasikan secara nasional dan internasional. Artikel ini meliputi artikel ilmiah dan nutrisi termasuk lebih dari dua ribu bagian dan tulisannya dalam tiga Majalah Bulanan sejak 1989. Dahlan termasuk dalam “500 Muslim Paling Berpengaruh” untuk lebih dari 3 tahun berturut-turut oleh ”Royal Islamic Strategic Studies Centre” dan hanya satu-satunya Ilmuwan Muslim yang berada dalam “16 Ilmuwan Muslim paling Berpengaruh di Dunia” dalam bidang Sains dan Teknologi.

Pendidikan Dr Winai Dahlan adalah sebagai berikut :

  • Docteur en Biologie Medicale Appliqu? (grand distinction) Université libre de Bruxelles, Belgium, 1989
  • M.S. Nutrition, Mahidol University, 1982
  • B.Sc. Biochemistry, Chulalongkorn University, 1976

Keturunan Ahmad Dahlan – Siti Walidah

Cucu pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, Aminah Dahlan menceritakan awal mula keluarganya bisa menetap di Thailand.

Aminah Dahlan yang memiliki nama Thailand, Amphorn Sanafi ini merupakan putri dari Irfan atau Erfan Dahlan. Irfan Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari Ahmad Dahlan dari istri pertamanya, Siti Walidah.

Aminah dalam diskusi dengan tema “Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan KH Ahmad Dahlan” menyampaikan bagaimana dirinya dan sang ayah bisa menetap di Thailand.

Diskusi dipandu Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan dimoderatori Manager Pemberitaan Tribun Network Rachmat Hidayat.

Aminah menceritakan awal mula Irfan Dahlan tinggal di Thailand.

Awalnya, Irfan bertugas menjadi seorang asisten dokter di sana.

“Ayah saya masuk ke Thailand sekitar 1930-an. Setelah selesai sekolah di Pakistan, Menjadi asisten dokter, melakukan dakwah juga,” ujar Aminah secara daring.

Menurut Aminah, Ayahnya menikah dengan orang Indonesia di Thailand. Saat itu ayahnya melakukan dakwah di beberapa kampung Islam di Thailand dan mengajar Islam dan setelah itu bapak ke Bangkok dan tinggal di beberapa kampung muslim di Bangkok, ucapnya.

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Thailand Rachmat Budiman menambahkan Irfan Dahlan sempat menimba ilmu di Isha‘at Islam College, Lahore, Pakistan.

Karena itu, Irfan Dahlan sempat dipertanyakan organisasi Islamnya, apakah tergabung ke Ahmadiyah atau Muhammadiyah.

Usai menempuh pendidikan di Lahore, ucap Rachmat, Irfan menetap di Thailand lantaran ingin fokus di dunia pendidikan dan berdakwah.

“Tapi adalah Islam yang berdasarkan kepada Quran dan Hadits itu. Kemudian ketika kembali dari Pakistan, di sinilah pak Irfan Dahlan bermukim. Karena beliau misinya sangat fokus pada dunia pendidikan,” ucapnya.

Referensi :

Abdullah Daeng Sirua

Untuk menghormati jasanya, Pemkot Makassar menjadikan namanya menjadi salah satu namanya jalan di Kota Makassar.

Padahal, kabarnya saat masih hidup, Abdullah Daeng Sirua menolak namanya dijadikan nama jalan.

Namun, atas jasa, kepribadian, dan pengabdiannya yang begitu besar menjadikan warga Tamamaung dan Masale bersikeras untuk nama tersebut diabadikan sebagai nama jalan yang ada di Makassar hingga saat ini.

Abdullah Daeng Sirua lahir pada Tahun 1922, di Kampung Tidung. Ia merupakan putra dari pasangan Yusuf Daeng Ngawing dan Yalus Daeng Te’ne.

Yusuf Daeng Ngawing adalah seorang kepala Kampung di Mapala. Yusuf Daeng Ngawing merupakan pejuang yang turut dalam menentang penjajahan Jepang dan Belanda. Sikap perjuangan tersebut, ternyata diwarisi oleh Abdullah

Abdullah tumbuh di tengah gejolak kemerdekaan Republik Indonesia. Ia mewarisi semangat menentang penjajah Belanda dari sang ayah yang juga seorang pejuang.

Ketika beranjak remaja ia lalu melanjutkan pendidikannya di Mualimin Muhammadiyah Jongaya untuk memperdalam ilmu agama.

Tidak puas mengenyam bangku pendidikan di Mualimin Muhammadiyah Jongaya, ia kemudian melanjutkannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

MULO adalah sekolah khusus untuk anak-anak Belanda dan pribumi yang keturunan bangsawan. Sekolah ini merupakan milik Belanda.

Meski bersekolah di sekolah milik Belanda, Abdullah dikenal gigih melawan Belanda dan hampir ditembak mati.

Ketika Jepang ganti melanjutkan penjajahan di Makassar, jiwa patriotik orang Muhammadiyah ini kembali terpanggil.

Dia bergabung dengan organisasi laskar pejuang, Kesatuan Harimau Indonesia (HI) dan Keris Muda untuk menyerang Jepang.

Abdullah bertemu dengan tokoh-tokoh pejuang Sulawesi Selatan seperti Wolter Monginsidi, Emmy Saelan, Raden Endang, dan Siti Mulyati.

Saat itu, rumah Abdullah di Kampung Tidung, dijadikan sebagai markas para pejuang. Basis perjuangan mereka menjangkau Takalar, Maros, Barru, sampai ke Malino, Gowa.

Abdullah membagikan ilmu yang didapatnya kepada warga yang tidak bersekolah. Ia bahkan menggunakan kolong rumahnya sebagai kelas untuk mengajar. Setiap sore, ia meluangkan waktu untuk mengajar ngaji dan ilmu agama.

Pada masa penjajahan, rumah Abdullah lah yang dijadikan markas dan tempat untuk makanan serta obat-obatan bagi para pejuang.

Alhasil, Abdullah tumbuh menjadi sosok pejuang dan petarung yang kuat dan gigih untuk melawan sekutu Belanda.

Belanda akhirnya menjadikannya target utama, hingga akhirnya Abdullah ditangkap selama setahun dan ditembak mati.

Namun, nasib baik berpihak padanya, konon ketika ditembak, tembakan tersebut tak mengenai tubuh Abdullah.

Saat Jepang mulai menjajaki Makassar pada tahun 1942, Belanda meninggalkan Indonesia. Jepang kemudian melanjutkan penjajahan Belanda.

Abdullah bergabung organisasi laskar pejuang, Kesatuan Harimau Indonesia (HI), dan Keris Muda untuk menyerang Jepang.

Selama berjuang, Abdulllah selalu ditangkap dan disiksa.Bahkan ibu jari Abdullah diikat dan ia diseret dengan mobil. Tidak hanya itu, ia bahkan dipukul dan kemudian digantung.

Abdullah sempat dikabarkan meninggal dunia. Masyarakat kemudian membentuk gerakan untuk melakukan penyergapan kepada antek-antek KNIL.

Setelah penjajahan Jepang berakhir, dan para penjajah meninggalkan Makassar pada tahun 1949, Abdullah menjadi penceramah dan mengajar agama di berbagai sekolah rakyat. Ia dikenal sebagai da’i Kota Makassar.

Sebelum wafat, ia berpesan untuk tidak dimakamkan di Makam Pahlawan dan meminta untuk dikuburkan di kampung kelahirannya di Kampung Tidung, tempat ia dan ayahnya berjuang melawan antek Belanda.

Referensi :

DI WONOGIRI ADA TUGU PUSAKA!!!! TERNYATA BEGINI KISAHNYA!!!!

Sumber foto : solopos.com
Sumber foto : google

Tugu Pusaka telah lama menjadi ikon Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Tugu yang bentuknya menyerupai Candi Sukuh di Karanganyar itu terletak di depan Kantor Kecamatan Selogiri.

Tugu tersebut bukan sembarang bangunan. Di dalamnya terdapat tiga pusaka peninggalan Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa sang pendiri tlatah Wonogiri. Tiga pusaka itu meliputi keris/duwung Kyai Karawelang, tombak Kyai Totog, dan tombak Kyai Jaladara/Baladewa.

Ketua Himpunan Kerabat Mangkunegaran Suryasumirat (HKMNS) Wonogiri, Mulyanto, saat ditemui di rumahnya di Keloran, Selogiri, Sabtu (2/9/2017), menyampaikan tiga pusaka tersebut merupakan senjata yang digunakan Pangeran Samber Nyawa saat berjuang melawan penjajah Belanda selama 16 tahun pada 1741-1757.

Sumber gambar : kompasiana

Masa itu sejak Pangeran samber Nyawa kali pertama tiba di tlatah Nglaroh (sekarang menjadi salah satu dusun di Selogiri), beristri dengan Raden Ayu Matah Ati, mendirikan pesanggrahan, hingga mendirikan dinasti Mangkunegaran.

Tugu tersebut bukan sembarang bangunan. Di dalamnya terdapat tiga pusaka peninggalan Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa sang pendiri tlatah Wonogiri. Tiga pusaka itu meliputi keris/duwung Kyai Karawelang, tombak Kyai Totog, dan tombak Kyai Jaladara/Baladewa.

“Pusaka tersebut saksi bisu perlawanan Raden Mas Said terhadap penjajah di tlatah Nglaroh. Sebelum diletakkan di tugu, pusaka tersebut disimpan di Praja Mangkunegaran,” kata dia.

Mulyanto menceritakan Tugu Pusaka dibuat KGPAA Mangkunegara VII pada 1935. Tugu dibuat khusus untuk menyimpan tiga pusaka Pangeran Samber Nyawa. Mangkunegara VII memutuskan menyemayamkannya di tlatah Nglaroh sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat Nglaroh dan sekitarnya atas pengorbanan mereka yang turut berjuang bersama Pangeran Samber Nyawa dalam melawan penjajah hingga akhirnya bisa mendirikan dinasti Mangkunegaran.

Sumber foto : Dinas P dan K Kab. Wonogiri
Sumber foto : Dinas P dan K Kab. Wonogiri

“Pusaka disemayamkan di Wonogiri dipercaya sebagai penjaga ketenteraman dan kedamaian daerah. Sampai sekarang pusaka itu diyakini punya kekuatan magis. Setiap pekan kedua Bulan Sura pusaka dijamasi di Waduk Gajah Mungkur,” imbuh Mulyanto.

Pengambilan pusaka dari dalam tugu harus melalui ritual khusus. Tanpa ritual pusaka sulit diambil. Dahulu saat akan dijamasi pernah ada yang ingin mengambil pusaka tanpa ritual. Sebelum berhasil diambil pintu yang terletak di bagian atas tugu malah rusak.

Orang tersebut pun gagal mengambil pusaka. Namun, setelah melalui ritual pusaka bisa diambil. Sejak saat itu pengambilan pusaka selalu melalui ritual.

“Yang menurunkan [mengambil] pun harus orang khusus, yakni bergada dari lingkungan Gunung Wijil [Kelurahan Kaliancar, Selogiri] yang juga diberi amanah sebagai Ketua HKMNS Cabang Selogiri. Saya memimpin upacara penurunan pusaka sudah delapan tahun ini,” ujar Mulyanto.

Sumber – sumber :