Sebelumnya: Mengenal Sosok Sri Bintang Pamungkas [bagian 2]


Pak Bintang Menantang untuk Diadakan Pemilihan Presiden secara Langsung


  Setelah mengeluarkan manifesto politik yang dideklarasikan pada 29 Mei 1996, kali ini Sri-Bintang Pamungkas akan membuat gebrakan baru. Di bawah bendera partainya, PUDI (Partai Uni Demokrasi Indonesia), Bintang mendeklarasikan dirinya sebagai calon Presiden RI, Jumat 11 Oktober 1996.Seputar rencana tersebut, Bina Bektiati dan Hani Pudjiarti dari TEMPO Interaktif mewawancara Sri-Bintang di rumahnya yang asri di Bukit Permai Cibubur, Jakarta Timur, Kamis, 3 Oktober 1996. 

Wawancara Pak Bintang dengan Tempo

Berikut petikan wawancaranya:

  • Tempo:

Anda sebenarnya sudah mau divonis masuk penjara (kasus penghinaan terhadap Presiden RI, Red), tapi malah mencalonkan diri sebagai presiden. Apa mau memimpin negara dari penjara?

  • Pak Bintang:

O, ya. Bagi kita atau pun orang yang sudah mengikrarkan diri sebagai figur perlawanan terhadap rezim, selama masih ada waktu tersisa sebelum masuk (penjara) itu akan saya pergunakan sebaik-baiknya. Sekalipun nanti di penjara, saya akan berusaha untuk bisa melakukan perlawanan dari dalam.

  • Tempo:

Artinya Anda tidak cukup waktu untuk mengerjakan semuanya dengan matang?

  • Pak Bintang:

Begini, Anda mungkin membayangkan ini mungkin perlu suatu organisasi yang masuk akal. Bagi saya ini sudah melawan kezaliman, apalagi melawan penjajah yang saya pikir perlawanan itu mestinya sudah menyeluruh. Dan saya yakin sebetulnya di dalam hatinya tiap-tiap orang Indonesia sudah mau melakukan perlawanan itu. Jadi istilah organisasi yang rapi seperti organisasi perusahaan, organisasi massa, itu sudah nggak berlaku.

Bung Karno dulu nggak pernah merasa takut, tapi dia yakin dengan apa yang dia lakukan. Ini semestinya sudah dapat dilakukan meskipun tetap saya melakukan juga organisasi seperti Bung Karno — mendirikan PNI sebagai suatu ujung tombak. Bung Karno juga yakin itu sajanggak cukup. Itu hanya sekedar memberi cambuk bagi masyarakat agar memberikan perlawanan.

  • Tempo:

Anda yakin akan mendapat dukungan dari masyarakat?

  • Pak Bintang:

Masyarakat tahu dengan melihat kondisi mereka pernah dijajah Belanda selama 350 tahun. Masyarakat sebetulnya jauh hari sebelum saya melakukan gerakan sporadis, mereka telah melakukan perlawanan juga. Begitu Orde Baru muncul, kalau Anda ingat pengalaman KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia), itu suatu perlawanan terhadap kebobrokan. Sekarang ini saya hanya tinggal melanjutkan saja.

Dulu kita mengira Orba akan konsisten terhadap upaya-upaya perbaikan, ternyata mereka malah melakukan penyimpangan-penyimpangan. Lihat saja pengalaman Julius Usman ketika mengajukan calon wakil presiden pada 1968, dia sudah melihat adanya penyimpangan-penyimpan Orba. Dia sudah melihat soal investasi Jepang yang dikritik oleh kalangan masyarakat sebagai tidak proporsional, soal Taman Mini (Indonesia Indah), gerakan menolak pemilu pertama pada 1973.

Lalu soal wakil rakyat. Jelas hanya 40 persen, bahkan lebih rendah dari wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat dari seluruh anggota DPR. Kalaupun wakil yang dipilih itu mencapai kuorum, belum tentu mereka menang di DPR. Jadi manipulasi-manipulasi untuk selalu memenangkan pihak kekuasaan itu justru mulai tampak sejak awal 1974 ketika terjadi peristiwa Malari. (Itu) terus berlangsung sampai hari ini.

Kemudian perlindungan terhadap korps militer itu sudah ada sejak awal Orde Baru. Kalau Anda melihat berbagai macam pembunuhan masyarakat seperti Priok, Lampung, Aceh — bahkan dimulai sejak Gestapu dengan terbunuhnya sekian ratus ribu rakyat dituduh komunis — itu diulang kembali sampai pada peristiwa 27 Juli 1996, sekian puluh masyarakat terbunuh, hilang, dan sebagainya. Bahkan seringkali ditutup-tutupi oleh pihak kekuasaan. Kejadian demi kejadian itu berlangsung sejak awal Orde Baru sampai hari ini.

Jadi, sebetulnya sebagian masyarakat itu sudah melakukan perlawanan dari awal. Dan tentu saja pihak kekuasaan melakukan counteruntuk tetap berkuasa melalui berbagai macam perundang-undangan. Melalui upaya seperti tuduhan subversi terhadap mahasiswa, tuduhan melakukan penghinaan kepada kepala negara. All doing counter yang memberikan rasa resah, khawatir, maupun takut, was-was kepada sebagian masyarakat.

  • Tempo:

Anda yakin masyarakat akan mendukung Anda?

  • Pak Bintang:

Sebetulnya tidak terlampau banyak dibutuhkan dukungan itu. Apakah Anda membayangkan bahwa dari 200 juta rakyat ini mendukung pikiran-pikiran Bung Karno dan Bung Hatta? Ketika melakukan perlawanan terhadap Jepang dan kemudian Sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan itu, saya tidak yakin seluruh rakyat Indonesia mendukung Bung Karno dan Bung Hatta. Bahkan ketika keduanya dipenjara, rakyat juga banyak yang diam. Sewaktu Bung Karno dibuang ke Ende (Flores) dan Bung Hatta ke Padang yang paling dekat ke Bengkulu, hanya ada satu keluarga sajalah dari Jawa yang ikut bersama-sama dengan Bung Karno ke Ende. Dari kenyataan bisa dikatakan bahwa Bung Karno tidak perlu dukung-dukungan.

Saya kira semua orang pun begitu. Ketika Gandhi harus melakukan perlawanan terhadap rezim Inggris untuk memerdekakan India, dia percaya tidak seorang diri tapi kelihatan kemudian dia harus menanggung semuanya seorang diri. Siapa orang Afrika yang mau menggantikan kedudukan Mandela di penjara?

  • Tempo:

Anda menyamakan diri dengan Bung Karno dan Mandela dan menganggap pemerintah sekarang seperti penjajah?

  • Pak Bintang:

Ya, mereka (pemerintah) menurut pendapat saya terlalu jauh, he’s gone too far. Ini sangat bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan kita dulu. Saya katakan sudah lalim. Sudah baik ekonomi kita, tak terlalu kalah dengan negara-negara tetangga, tapi kalau keadaan masih terus berlanjut dan globalisasi akan berjalan, kita akan melihat betapa rezimnya Pak Harto ini tidak melakukan pembangunan sebagaimana mestinya. Dan tidak melakukan penguatan-penguatan terhadap kemampuan ekonomi kita.

Soalnya adalah Anda ini akan ada di dalam penjara…

Nelson Mandela hampir separuh umurnya, 25 tahun, di dalam penjara. Saya baru divonis 34 bulan, belum apa-apa itu dibanding dia. Toh, akhirnya cita-citanya berhasil. Saya juga yakin cita-cita saya akan berhasil. Tidak perlu harus saya di luar penjara, di dalam penjara pun perlawanan akan lebih hebat lagi. Saya katakan beberapa hari di media massa, Pak Harto tidak ingin saya menjadi pahlawan maka jangan penjarakan saya. Ini dari sisi Pak Harto. Tetapi buat saya, dipenjarakan atau tidak, saya akan ke luar sebagai pemenang. Saya yakin karena apa yang saya perjuangkan adalah yang dulu menjadi cita-cita republik ini.

  • Tempo:

Anda ini sebenarnya ingin mengganggu Pak Harto atau serius ingin jadi Presiden RI?

  • Pak Bintang:

Dua-duanya. Jadi, artinya saya berjuang tidak perlu harus berhasil dan kemudian menggantikan kedudukan Soeharto. Ndak. Saya sudah bahagia kalau Pak Harto berhenti dan digantikan dengan yang lebih baik. Kalau bisa saya (yang mengganti), kalau tak bisa, ya, tak apa-apa. Saya berjuang tanpa pamrih. Tapi kalau Anda mau mengatakan rencana saya ini mau mengganggu dia, itu betul. Tetapi di balik gangguan deklarasi presiden dan wakil presiden 1998 itu, banyak alasan-alasan politik di belakangnya. Itulah yang harus ditunjukkan pada rakyat yang sudah menanti-nanti setelah Peristiwa 27 Juli yang membuat gerakan pro demokrasi hancur.

Apa yang dilakukan oleh PRD saya kira juga perlawanan politik. Kita tidak bisa membuktikan sekarang ini bahwa PRD telah melakukan gerakan angkat senjata atau apa pun. Jadi, itu betul-betul untuk melakukan perlawanan politik. Dan itu sudah mencemaskan, selain suatu tantangan terhadap rezim. Tapi kita juga bermaksud untuk memperbaiki. Dengan kata lain, kita punya konsep reformasi terhadap apa-apa yang salah pada rezim ini.

  • Tempo:

Di luar Anda, orang menganalisa ada Habibie, Try Sutrisno dan lainnya yang pantas menggantikan Pak Harto. Komentar Anda?

  • Pak Bintang:

Banyak orang dengan berbagai macam akal-akalannya, pakai bermacam-macam kriteria, seperti kriterianya Amien Rais yang kita sudah tahu jurusannya adalah Habibie. Well, sekarang kita tahu banyak calon dari Golkar sendiri, ada (BJ) Habibie, Harmoko, (KSAD) Hartono, ada (Wapres) Try Sutrisno. Ya, mereka biar berkelahi sendiri. Golkar mempunyai calonnya sendiri. Seharusnya ada semacam nominasi dari partai itu sendiri. PUDI pun harus punya calon sendiri, demikian juga PPP dan PDI. Jadi, deklarasi ini juga sekaligus bersifat untuk mendorong partai-partai lain untuk mempunyai calon, supaya budaya calon tunggal tadi tidak ada lagi.

Selanjutnya kita mau tradisi baru yaitu bahwa kalau dulu presiden seakan-akan memilih wakilnya, sekarang ini sekaligus presiden dan wakilnya muncul bersamaan. Jadi kita menghidupkan kembali simbol dwi tunggal, dua sejoli. Tidak kemudian Pak Harto melakukan pemilihan sendiri. Padahal kita tahu Pak Harto setiap kali membentuk tim sebelas dan bertugas mencari calon wakil presiden dan disodorkan kepada MPR untuk seakan-akan dipilih MPR. Padahal itu pilihan Pak Harto sendiri.

Selanjutnya kita mau mengenalkan suatu tradisi baru bahwa tiap calon presiden dan wakilnya berani bersumpah untuk tidak lebih dari dua kali (menjabat). Sebab dengan berkali-kali, itu mengakibatkan absolutisme. Pergantian kepemimpinan setiap lima tahun yang dikatakan oleh Pak Harto sebagai mekanisme lima tahunan ternyata tidak dipakai untuk melakukan perbaikan atas kepemimpinan lama, tetapi dipakai untuk memupuk kekuasan.

  • Tempo:

Target maksimal Anda?

  • Pak Bintang:

Soeharto diganti.

  • Tempo:

Kalau tak tercapai?

  • Pak Bintang:

Saya yakin itu akan terjadi. Well, masyarakat kemudian akan menilai bahwa memang sudah muncul the challenger (sang penantang, Red).

  • Tempo:

Anda yakin pesan Anda ini akan sampai lewat pers yang belakangan tiarap?

  • Pak Bintang:

Kita sampaikan saja seadanya. Dulu perjuangan Bung Karno juga menghadapi berbagai hambatan. Namun dia kirim Sjahrir ke luar negeri, bahkan dia kirim Bung Hatta berkampanye ke luar negeri. Jadi kalau ada korupsi di Indonesia, saya kira lucu bila ada orang asing ikut campur tangan. Tapi kalau ada pembunuhan Marsinah, saya kira adalah hak orang asing untuk mengutuk perbuatan tersebut. Jadi, kita juga akan mengundang wartawan-wartawan dari dalam negeri, tapi kita sudah perhitungkan bahwa mereka tidak akan memuat atau memuat sedikit sekali, mungkin hanya beberapa potong kalimat. Kita ingin juga pencalonan saya nanti jadi konsumsi luar negeri.

  • Tempo:

Kalau Anda berjuang di luar sistem nanti, apakah Anda tak akan dicap mengubah Pancasila dan UUD 45?

  • Pak Bintang:

Masyarakat muslim sampai sekarang belum menerima Pancasila dengan sepenuh hati. Dan mereka yakin bahwa Pancasila tidak bisa menggantikan Islam. Oleh karena itu dalam deklarasi manifesto politiknya, PUDI mengatakan bahwa kita ingin mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana dulu pada awalnya 1 Juni 1945 diproklamasikan oleh Bung Karno. Bukan sebagai ideologi, apalagi sebagai satu-satunya ideologi.

  • Tempo:

Anda selalu mengidentifikasikan perjuangan Anda dengan perjuangan Bung Karno, padahal keadaan sudah jauh berbeda?

  • Pak Bintang:

Dalam melihat Bung Karno, ada dua periode penting, yaitu sebelum 1959 dan setelah 1959. Saya menolak Bung Karno setelah 1959 karena pada waktu itu pun saya bergabung pada KAMI dan ikut menggulingkan kekuasaan Bung Karno. Ternyata sekarang ini kita kembali lagi ke square one atau keadaan semula. Dan oleh karena itu maka semangat untuk memperbaiki ini sudah muncul kembali. Artinya perjuangan kita pada 1965 ketika menumbangkan rezim Bung Karno ternyata belum selesai.

  • Tempo:

Bukankah banyak yang bilang Pak Harto masih dicintai rakyat, terutama di pedesaan?

  • Pak Bintang:

Ya, kalau Anda lihat dari dialog-dialog televisi, ya, memang begitu. Namun dialog-dialog itu kan menyesatkan semua. Mereka adalah orang-orang yang dipilih. Dari dulu yang namanya petani juga mencangkul di sawah, sampai sekarang mereka juga masih mencangkul. Anda pernah lihat mereka membajak dengan mesin? Hanya beberapa saja, jadi mereka nggak berubah. Sebelum Pak Harto, keadaan mereka begitu. Setelah Pak Harto, keadaan mereka juga begitu. Setelah ada konglomerat-konglomerat, keadaan mereka juga begitu. Jadi, saya tidak yakin pengamatan Anda bahwa banyak rakyat yang suka pada Soeharto. Namun kenyataan yang ada, rakyat takut pada Soeharto.

  • Tempo:

Anda siap dikritik kalau dalam perjalanan nanti tersandung?

  • Pak Bintang:

(Tertawa) Ya, yang nggak kuat dikritik itu bukan saya.

  • Tempo:

Kenapa Anda begitu ambisi untuk mencalonkan diri?

  • Pak Bintang:

Saya akan menantang dia untuk melakukan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Artinya, pada saat kita tahu MPR tidak mampu menjalankan kedaulatan sepenuhnya. Karena kalau MPR diharuskan menjalankan kedaulatan sepenuhnya, maka anggota MPR yang dipilih oleh rakyat harus mayoritas. Sekarang ini cuma 40 persen, bahkan besok ini menjadi hanya 42,5 persen karena ABRI tinggal 75 kursi. Itu pun kalau pemilunya dijalankan dengan benar. Jadi, sebetulnya MPR itu tidak menjadi penjelmaan kedaulatan rakyat. Dan oleh karena itu tidak berhak untuk memilih presiden. Kalau 300 juta rakyat Amerika mampu memilih presiden secara langsung, kenapa kita yang berpenduduk 200 juta orang tidak mampu?


Aksi Demo Pak Bintang Pasca Soeharto


  • Tahun 2009

Tolak SBY, Pak Bintang Tak Bisa Dekati MPR

Aksi penolakan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terus terjadi pada hari pelantikannya, Selasa (20/10/2009). Pada pukul 10.20, mantan aktivis prodemokrasi, Sri Bintang Pamungkas, bersama Aliansi Rakyat Bergerak mendatangi Gedung MPR untuk menyampaikan penolakannya terhadap pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI.

Sri Bintang bersama sekitar 30 anggota Aliansi Rakyat Bergerak berencana menggelar aksi tepat di depan Gedung MPR. Namun, sebelum sampai di lokasi, mereka dihalangi oleh puluhan aparat kepolisian yang berada di sekitar Restoran Pulau Dua, Senayan.

Kepada wartawan, mantan aktivis ini menyatakan sejumlah alasan penolakannya terhadap terpilihnya SBY sebagai Presiden RI. Menurutnya, proses terpilihnya SBY sebagai presiden tidak mewakili suara rakyat yang sesungguhnya. “SBY hanya menang suara sebanyak 27 persen. Yang terbanyak suara golput, 51 persen. Ini suara rakyat sebenarnya,” kata Sri Bintang.

Ia juga menyindir pengamanan yang terlampau ketat dalam pelantikan hari ini. “Jelas ini ada ketakutan dari SBY bahwa akan ada penggagalan dari unsur-unsur masyarakat,” ungkapnya.

Setelah mendapat penolakan dari kepolisian dengan alasan ruas jalan di depan Gedung MPR masih ditutup, Sri Bintang bersama rombongan berencana menunda aksi hingga ruas jalan tersebut kembali dibuka.

  • Tahun 2014

Sri Bintang Pamungkas: Omongan Ahok Arogan dan Kotor!

Tokoh reformasi 1998, Sri Bintang Pamungkas, turut membaur bersama belasan ribu warga Jakarta yang tumpah ruah menggelar aksi demonstrasi damai menolak Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur, Senin (10/11).

Dari atas truk berwarna merah, Sri Bintang mengaku tidak respek dengan sikap dan prilaku Ahok. Sejak menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok dinilai memiliki kepribadian arogan bahkan memiliki kebijakan yang menyerang umat Islam hingga sudah selayaknya Ahok digagalkan menjadi pemimpin Jakarta.

“Ahok banyak kekurangan. Ahok arogan, kotor omongannya, sombong” ujar Sri Bintang dalam orasinya di depan Gedung DPRD, Senin (10/112014).

Tokoh yang sempat menjadi musuh Orde Baru itu mengaku bangga menyaksikan kekompakan warga Jakarta khususnya umat Islam yang rela berjuang demi kehormatan agamanya.

Sekitar 10 menit Sri Bintang berorasi di hadapan warga Jakarta yang disambut gegap gempita oleh massa. Setelah berorasi, pria yang sempat ditahan karena mengkritik pemerintah Soeharto itu pun turun, yang kemudian orasi dilanjutkan oleh orator lain.


Selanjutnya: Mengenal Sosok Sri Bintang Pamungkas [Bag. 4]

Satu tanggapan »

  1. […] Sebelumnya: Mengenal Sosok Sri Bintang Pamungkas [bagian 3] […]

    Suka

  2. […]  Selanjutnya: Mengenal Sosok Sri Bintang Pamungkas [Bag. 3] […]

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.